Labuan Bajo, NTT//SI.com- Pimpinan LSM LPPDM (Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat) Marsel Nagus Ahang, S.H, pada 21 Februari 2022 laporkan Keuskupan Denpasar, Keuskupan Ruteng, dan investor a/n Peter Alfons Pscheid ke Kejaksaan Negeri Manggarai Barat (Kejari) atas persoalan tanah di Binongko Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menurut Ahang, laporan itu dibuat karena pihak Keuskupan Denpasar, Keuskupan Ruteng, dan Investor (orang asing) telah melakukan bisnis dengan membonceng aset Gereja, ternyata menurut Ahang itu bukan aset Gereja.
“Tiga orang tersebut diduga telah melakukan bisnis tanah, terbukti didalam surat perjanjian kerja sama dalam bentuk PT. Flores Indah, dan dalam isi perjanjian tersebut, bahwa pihak pertama Keuskupan Denpasar, dan pihak kedua adalah orang asing a/n Peter Alfons Pscheid sebagai pemilik modal dan menanam saham melalui Keuskupan Denpasar untuk membeli tanah di Binongko Labuan Bajo”, Pungkas Ahang
“Sedangkan Keuskupan Ruteng sebagai ahli waris, jika Uskup Vitalis Jebaru meninggal dunia maka aset tersebut akan diambil alih oleh Keuskupan Ruteng untuk mengurus lahan tersebut”, Lanjut Ahang
Ditambahkan Ahang, lahan tanah tersebut sebenarnya bukan aset Gereja Keuskupan Denpasar, mereka hanya memboncengi Gereja untuk meloloskan pengurusan penerbitan sertivikat, terbukti di dalam surat perjanjian mendirikan PT. Flores tersebut pada bulan Maret 1991, bahwa pihak pertama Keuskupan Denpasar, dan pihak kedua Alfons Peter Phseid, selaku pemilik modal.
“Peter adalah salah seorang awam asal Negara Swis, dan selaku pembeli tanah di Binongko melalui Keuskupan Denpasar”, Jelas pimpinan LSM LPPDM Marsel Nagus Ahang, S.H
Lebih lanjut Ahang menjelaskan, bahwa awalnya tanah tersebut dalam sertifikat menjelaskan untuk membangun rumah singgah Pastoran dan juga untuk tempat rekoleksi umat Katolik ternyata itu semua hanya modus.
Ahang berharap, agar pihak Kejaksaan Manggarai Barat, Kejati NTT, dan Kejagung, harus melakukan proses penyelidikan terhadap oknum Uskup Denpasar, Uskup Ruteng, dan oknum Romo MJ yang perna menyerahkan uang sebesar Rp. 600.000.000 (Enam Ratus Juta Rupiah) kepada penjaga tanah a/n Huber yang berasal dari Wae Kang, Desa Kakor, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, sebagai kompensasi atas jasa menjaga tanah tersebut sejak dari tahun 1993 sampai tahun 2021.
Menurut Ahang, pihak Kejaksaan juga harus memanggil oknum salah seorang Pater M N selaku ekonom Keuskupan Ruteng dan juga harus memanggil Hendrikus Chandra sebagai saksi yang diberi surat kuasa oleh Keuskupan Denpasar, untuk mengurus sertifikat dan membayar pelunasan tanah kepada pemilik tanah.
“Adanya keterlibatan Pater M N terbukti dalam bukti surat tanggal 7 Mei 1998. Dan pada waktu itu Pater M N menyurati Prof. Peter Alfons Phesceid bahwa kami dari Keuskupan Ruteng telah mengirim sertifikat asli dari Labuan Bajo, dengan nomor sertifikat 534,532,527,531,530,535,537,533,526”, Terang Ahang
“Lalu pada tanggal 17 November 2016, Peter Phesceid yang merupakan orang awam menyurati Uskup Silvester San. Dan waktu itu Uskup Sil tugas di Keuskupan Ruteng untuk segera menjual tanah milik Peter Pheseid yang berlokasi di Binongko Labuan Bajo, dan segera saudara Uskup bersihkan lahan milik Peter Pheseid”, Tambahnya
“Ini sebuah pola tindakan kejahatan dari oknum Romo dan Pastor yang sengaja membawa nama Gereja”, Tutup Marsel Nagus Ahang, S.H yang juga berprofesi sebagai Lawyer/Pengacara
Diketahui, bahwa pada Rabu (09/03/2022) Pimpinan LSM LPPDM (Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat) Marsel Nagus Ahang, S.H, diminta untuk memberikan klarifikasi oleh Kejaksaan Negeri Manggarai Barat terkait laporan yang diadukannya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Keuskupan Denpasar, dan pihak Keuskupan Ruteng belum berhasil ditemui untuk diminta konfirmasi.
Penulis : Dody Pan
0 Comments