Bongkar Paksa Informasi Desa


#Catatan Akhir Pekan – (Editorial)“ Bongkar Paksa” Info Desa

Terbukti “menghalang-halangi tugas pers” pelaku dapat dipidanakan.

Foto: Hengky Yohanes saat berada di Gedung Komisi Informasi Provinsi Sumatera Selatan

Saranainformasi.Com – Upaya sengaja menutupi-nutupi keterbukaan informasi publik oleh pihak-pihak yang merasa terusik zona nyamannya terkait penyelenggaraan pemerintah desa serta pengelolaan keuangannya tak serta merta membuat entitas desa bisa “tidur nyenyak” belakangan ini.

Melalui metode evaluatif investigasi yang dilakukan wartawan dalam pelaksanaan penelitian tentang akuntabilitas pengelolaan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (DD/ADD) tahun anggaran 2022 akan mem‘bongkar paksa’ info desa tersebut melalui ajudikasi, gugatan perdata dan bahkan (jika telah memenuhi unsurnya), pidana menghalang-halangi tugas pers pun dapat dikenakan terhadap pelakunya.

Penelitian untuk Karya Tulis Ilmiah (KTI) tentang desa ini semula dimaksudkan sebagai bentuk fungsi persuasi pers dalam memberikan masukan bersifat korektif kepada pemerintah desa dan pihak terkait lainnya atas objek yang diteliti, hasil penelitian itupun digunakan hanya untuk kepentingan ilmu pengetahuan tanpa dipublikasikan.

Beberapa persoalan yang menonjol yang telah teridentifikasi antara lain salah satunya yakni kriteria subjek penelitian kategori desa dengan kepala desa yang baru.

Prabumenang, Semangus, Mangku Negara Timur, Tanah Abang Jaya, Tanjung Dalam, Muara Dua, Tanah Abang Jaya, Tanah Abang Utara dan Tanah Abang Selatan, Purun Timur, Gunung Raja, Betung Selatan dan Beruge Darat.

Subjek Penelitian (pemerintahan desa) ini kemudian dihadapkan dengan kondisi dilematif. Transisi peralihan kekuasaan menjadi arogansi tersendiri pemeritah desa terdahulu. Tak jarang, Kepala Desa pengganti kemudian kesulitan dalam menginventarisir aset desa yang diterimanya dari periode sebelumnya.

Banyak aset hanya tercatat tanpa dapat dikuasai secara fisik. Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dan pertanggung jawaban pengelolaannya, belanja modal berupa barang, peralatan, mesin, tanah/gedung, irigasi, jalan dan dalam bentuk fisik lainnya masih banyak diantaranya dikuasai oleh perangkat desa periode lama.

Baca juga:  Polisi Masih Melakukan Penyelidikan atas Peristiwa Kebakaran Rumah di Reo yang Menyebabkan Satu Orang Meninggal

Selain itu, sub tema pembahasan dalam penelitian adalah tentang masih banyaknya kekosongan hukum yang mengatur secara spesifik terhadap pengeloaan barang milik desa.

Misalnya saja pada kendaraan operasional desa yang diplat merahkan.

Dari hasil telusur tim peneliti, tidak ada aturan mengikat mengenai plat merah kendaraan operasional desa ini.

Pengenaan plat merah hanya mengatur tentang fasilitas kerja ASN sebagai penunjang penyelenggaraan pemerintah negara sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 87 Tahun 2005 tentang Pedoman Efisiensi dan Disiplin PNS.

Dalam lampiran peraturan ini menyebutkan bahwa Kendaraan Dinas Operasional hanya digunakan untuk kepentingan dinas yang menunjang pokok dan fungsi tugas,

penggunaannya dibatasi pada hari kerja kantor saja dan itupun hanya digunakan di dalam kota, jika penggunaan ke luar kota harus atas ijin tertulis pimpinan badan publik sesuai dengan kewenangannya.

Jadi dengan kata lain, kendaraan operasional berplat merah hanya dapat digunakan oleh PNS dan Pejabat publik yang bersangkutan saja termasuk kepala desa.

Keluarga atau teman dekat sekalipun tidak dapat seenaknya menggunakan kendaraan ini termasuk untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat.

Ada tidaknya PPID Desa, Tidak Jadi Soal

Bagi masyarakat, Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) merupakan sebuah pengakuan hak.

Hak tersebutlah yang sedang diperjuangkan oleh tim peneliti Media Siber PLUSMINUS melalui instrumen hukum yang tersedia untuk mem’bongkar paksa’ informasi-informasi yang sengaja ditutup-tutupi ini.

Sayangnya, tak satupun desa dalam Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) yang telah mengimplementasikan UU KIP jo. Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2008 tentang Standar Layanan Informasi Publik Desa dan/atau Peraturan Bupati PALI Nomor 4 Tahun 2022 tentang Standar Pelayanan Minimal Desa.

Baca juga:  Santri Pondok Pesantren Izzatul Qur'an, Kec Lubai Ulu Muara Enim di Wisuda

Meski begitu, ada tidaknya PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) Desa, tidak jadi soal. Hal ini disampaikan langsung oleh salah satu Komisioner Komisi Informasi Provinsi Sumatera Selatan saat diwawancarai belum lama ini.

Muhamad Fathony mengatakan tidak masalah ada atau tidak PPID di desa, yang penting pemohon informasi telah menyampaikan permohonannya secara tertulis maupun lisan.

Dalam kurun waktu tertentu, jika tidak ditanggapi oleh badan publik maka pemohon dapat mengajukan mediasi sengketa informasi di Komisi Informasi sebagai langkah awal penyelesaian persoalan hingga penyelesaian keperdataan di pengadilan.

Menghalang-halangi Tugas Pers

Kedudukan hukum pemohon informasi terkait desa dalam persoalan ini sangat jelas.

Tim Peneliti berdasarkan Surat Keterangan Penelitian Nomor 503/013/DPMPTSP-3/SKP/2023 yang diterbitkan Pemerintah Kaupaten PALI, jelas menyebutkan bahwa peneliti adalah wartawan Media Siber PLUSMINUS.

Dalam berkegiatan nya, tim peneliti telah pula mengedepankan adab dalam pergaulan dan menjalankan kode etik profesi sesuai norma.

Dengan demikian, jika nanti ternyata ada pihak-pihak yang dianggap menghalang-halangi tugas pers sebagaimana tersebut dalam pasal Pasal 4 ayat (2) dan (3) jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yang menyebutkan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran dan menjamin kemerdekaan dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi

Pasal 18 ayat (1) berbunyi :

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Bukan Hanya Desa yang Jadi Sorotan, Sudah 15 tahun UU KIP diberlakukan, namun implementasinya belum dapat dirasa manfaatnya oleh masyarakat.

Baca juga:  Guru Komite Sampaikan Terimakasih Kepada PKN Mabar atas Berhasilnya Rekrutmen Peserta BOSDA yang Transparan

Menyadari hal inilah Lembaga Pers sebagai wujud implikasi perjanjiannya dengan publik untuk setia pada independensi yang bebas dari semua kewajiban, kecuali kesetiaan terhadap kepentingan publik.

Jadi, pemerintah desa dalam hal ini tidak perlu ‘baperan’, anda-anda tidak akan disorot jika anda bukan badan publik yang tidak menggunakan uang masyarakat.

Red.


Like it? Share with your friends!

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Seeet✋, Tidak boleh Copas, Izin dulu pada yg punya Media.🙏