Pangkalpinang, saranainformasi.com – E-Katalog atau katalog elektronik merupakan sistem informasi yang ditampilkan secara elektronik dan berisi daftar, jenis, spesifikasi teknis, serta harga barang/jasa dari penyedia barang/jasa pemerintah. E-katalog meliputi barang, pekerjaan konstruksi dan/atau jasa lainnya.
Sementara itu, E-Purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem e-katalog yang diselenggarakan dan dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Yang mana dalam hal tersebut Pejabat Pengadaan / PPK berperan penting dalam membuat paket pemesanan produk barang/jasa dalam e-Purchasing.
Adapun keunggulan penggunaan e-katalog adalah sebagai berikut. Memberikan kemudahan bagi kementerian/lembaga/instansi dalam proses pengadaan barang dan jasa. Menjamin kepastian spesifikasi teknik akan barang/jasa yang dipesan dan harga yang ditawarkan juga seragam.
Menurut penuturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi buka-bukaan potensi korupsi pada pembelian barang dan jasa pemerintah melalui platform E-Katalog. Menurutnya, masih banyak akal-akalan modus korupsi meskipun pengadaan barang jasa sudah menggunakan platform elektronik. Hendrar bilang, pihaknya sudah membesut sistem e-audit untuk mengatasi masalah ini. Melalui sistem ini beberapa modus yang berpotensi korupsi akan terlacak dan langsung terintegrasi ke instansi pemerintah terkait sekaligus pihaknya, KPK, dan juga BPKP.
“Kami launching platform e-audit, ini nanti ada alarm yang muncul di inspektorat masing-masing pemda dan kementerian/lembaga. Alarm ini juga terintegrasi ke LKPP, KPK, dan BPKP,” katanya.
Modus yang pertama misalnya ada pembelian barang atau jasa oleh pejabat pengadaan ke perusahaan yang sama. Contohnya, beberapa paket pengadaan dikerjakan oleh perusahaan yang sama, potensi korupsi bisa terjadi dari transaksi ini. Bisa saja ada kongkalikong antara pejabat pengadaan dengan perusahaan yang dimaksud.
“Alarm pertama muncul ketika terjadi pembelian barang jasa oleh pejabat pengadaan ke perusahaan yang sama terus. Misal paket A dikerjakan PT A, paket B dan C juga PT A, itu akan muncul alarm. Atau bahkan perusahaannya memang tidak sama tapi KTP pemilik sama itu juga alarmnya akan muncul,” bebernya.
“Karena biasanya di sini lah adanya potensi-potensi korupsi,” lanjutnya.
Modus berikutnya misalnya ada produk yang baru ditayangkan di LKPP, namun produk tersebut langsung ditransaksikan oleh pejabat pengadaan. Padahal produk yang sama juga sudah ada dan dengan harga yang sama juga sebelumnya. Potensi korupsi juga bisa terjadi dari sini.
Hendrar melanjutkan dalam E-katalog juga harus terjadi kompetisi. Pejabat pengadaan juga harus mencari harga terbaik dari banyaknya produk yang ditawarkan di E-Katalog.
Dia mengatakan jangan sampai pemerintah merugi karena barang yang dipilih harganya lebih mahal daripada harga pasar.
“Kita juga butuh ada mini kompetisi, harus ada negosiasi, utamanya dengan membandingkan dengan harga pasar. Jangan sampai pemerintah beli produk lebih tinggi dari pasar. Alarm akan muncul,” ungkapnya dalam ICEF 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2024), diambil dari pemberitaan website Detikfinance.
Namun lain halnya dalam pelaksanaan berbagai kegiatan pekerjaan yang dilaksanakan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang, beralamatkan di Jalan Rasakunda, Kecamatan Girimaya, Kota Pangkalpinang, dibawah kepemimpinan Erwandy, S.E., M.M. selaku Pengguna Anggaran (PA) dan selaku Pejabat Pembuat Komitment (PPK) yakni berinisial M.
Dari hasil penelusuran Tim Nyamuk Babel di lapangan, tim menemukan beberapa hal yang diduga janggal dan aneh terhadap pekerjaan E-purcasing yang terjadi di Kota Pangkalpinang khususnya di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang.
Menurut informasi dan penuturan dari narasumber yang dapat dipercaya dan Tim juga menyusuri dilapangan, ditemukan beberapa praktek yang menjurus kepada kedekatan dan pertemanan dengan Pejabat Pembuat Komitment (PPK) kegiatan yang dilaksanakan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang.
Dari pengakuan Narsum, Jum’at (02/08/2024), “Ada beberapa sekolah yang ditemukan dengan nilai E-purcasing diatas 400 juta sampai 500 juta itu dikerjakan oleh pemain proyek yang dikenal dekat dengan PPK kegiatan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Panglalpinang. Sangat disayangkan apabila hal ini memang terjadi”.
Tim akan mengupayakan konfirmasi untuk menanggapi mengenai kebenaran hal tersebut kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang, Erwandy mengenai kebenaran cerita tersebut, dan tim juga akan menanyakan secara langsung ke PPK yang berinisial M yang bertugas di Dinas mengenai informasi dan cerita yang di sampaikan oleh narasumber (Narsum).
Apabila memang ditemukan, kami (Tim Nyamuk Babel) sebagai media selaku alat kontrol, Narsum sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh PPK kegiatan yang berinisial M di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang, karena lebih parah dari pelaku tender dan mengapa hal tersebut tidak di tenderkan saja secara terbuka, kalaupun E-Katalog yakni lebih menjurus kepada penunjukan pekerjaaan PL secara langsung, seperti kegiatan yang disampaikan dengan pagu maksimal 200 juta, hal ini biasa di PL kan oleh para penyedia pekerjaan yang terjadi di hampir seluruh OPD di Kota Pangkalpinang dan itu merupakan hal lumrah akan tetapi E-Katalog yang terjadi di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang menemukan kecendrungan permainan PPK dalam pembagian paket-paket tersebut.
Hingga berita ini diterbitkan, Tim Nyamuk Babel masih terus menyusuri semua kebenaran informasi yang didapatkan dari narasumber dan tim juga berupaya untuk menghubungi Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang, Erwandy serta sang PPK berinisial M.
Dalam pemberitaan website resmi KPK.go.id, sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah yang masih menjadi ladang subur praktik korupsi menginisiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terus menyosialisasikan upaya pencegahannya. Pasalnya, korupsi di sektor PBJ masih menjadi kasus tindak pidana korupsi terbesar kedua, di bawah gratifikasi dan penyuapan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memaparkan, praktik suap sangat erat dengan pengadaan barang dan jasa. Banyak vendor yang melakukan penyuapan agar laporannya dinyatakan baik saat proses audit.
“Dulu ada e-procurement. Jadi semua dokumen harus di-upload melalui komputer. Tapi yang terjadi ternyata sistem tersebut juga bisa diakali. Para vendor membuat kesepakatan di luar, mengatur harga, dan mengatur siapa yang menang,” ucapnya dalam seminar bertajuk Mitigasi Permasalahan Hukum dan Audit Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, di Gedung SMESCO Indonesia, Jakarta, Rabu (12/6).
Alex menambahkan, sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam meminimalisir korupsi PBJ. Salah satu upaya yang tengah digencarkan pemerintah yakni melalui e-Katalog. Pengadaan barang/jasa pemerintah melalui katalog elektronik semakin populer digunakan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas proses PBJ pemerintah. Kendati demikian, masih banyak modus korupsi yang dilakukan meskipun pengadaan barang jasa sudah menggunakan platform elektronik.
Sebagai implementasi aksi pencegahan korupsi tahun 2023-2024, Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) meminta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memberikan akses terhadap data pengadaan barang dan jasa melalui katalog elektronik, serta memberikan pedoman pengawasan untuk pengadaan dengan menggunakan katalog elektronik, yang cenderung cepat dan perubahan harga oleh penyedia tidak bisa dihindari.
(LN/TIM NYAMUK BABEL/007)
0 Comments