Labuan Bajo, NTT//SI.com- Sebastianus Salang, Wakil Sekertaris Jendral (Wasekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golongan Karya (Golkar) angkat bicara terkait polemik kenaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK) sebesar Rp. 3,75 juta per orang.
Sebas Salang menilai, kenaikan tarif masuk ke TNK telah mengabaikan masyarakat lokal, pelaku wisata, pelaku bisnis, dan perasaan masyarakat setempat.
Dalam keterangan tertulis yang diterima media ini, Selasa (02/08/2022), Wasekjen Partai berlambang beringin itu mengatakan, Pelaku pariwisata Super Premium Labuan Bajo melakukan mogok total dalam pelayanan bagi wisatawan sebagai bentuk penolakan dan perlawanan terhadap kebijakan kenaikan tarif masuk Pulau Komodo dan Padar. Hal itu merupakan tamparan keras bagi wajah pemerintah pusat dan daerah khususnya provinsi yang melahirkan kebijakan.
“Penolakan dan perlawanan besar-besaran tersebut adalah gambaran bahwa kebijakan tersebut cacat proses dan gagal mendeteksi aspirasi dan kepentingan serta harapan masyarakat. Potret kebijakan yang dipaksakan, top down, sempit demi angan-angan keuntungan besar yang ditempu melalui jalan pintas. Mengabaikan pertimbangan kepentingan masyarakat lokal, pelaku wisata, pelaku bisnis, dan perasaan masyarakat setempat”,ungkap Sebas Salang
Dikatakannya, Penolakan dan perlawanan masyarakat setempat dan pelaku wisata juga merupakan fakta bahwa kebijakan tersebut telah gagal dan kehilangan legitimasinya. Kebijakan yang baik pasti direspon, diterima dan dijalankan oleh semua stakeholders dan masyarakat. Sebaliknya, kebijakan yang buruk dan dipaksakan pasti ditolak bahkan dilawan. Itulah yang terjadi di Labuan Bajo. Pemerintah harus menyadari itu.
Faktanya saat ini, kata Sebas kebijakan kenaikan tarif ini telah menimbulkan efek yang sangat buruk bagi pelayanan pariwisata, banyak menunda dan membatalkan perjalanan. Selain itu image terhadap daerah wisata premium jadi rusak dan buruk. Bukan mustahil dampak jangka panjang menjadi jelek. Minat wisatawan berkurang dan beralih ke daerah lain bahkan negara lain.
Oleh karena itu, lanjutnya Pemerintah Pusat harus memasang telinga dan hatinya dengan benar untuk mendengarkan suara, jeritan, aspirasi dan kepentingan masyarakat, pelaku wisata setempat secara jernih dan objektif, tidak hanya mendengar sepihak dari pemerintah provinsi atau kabupaten. Apalagi jika alas kebijakan ini hanya fantasi perhitungan yang bombastis dengan iming-iming penerimaan triliunan rupiah.
“Tidak ada alasan yang cukup kuat untuk memaksakan kebijakan tarif ini utk dilanjutkan. Apalagi jika menggunakan pendekatan keamanan, tidak akan memperbaiki situasi, justru akan semakin buruk dan mencoreng wajah wisata premium”, tegas Salang dalam keterangan tertulisnya yang diterima media ini
Ia mengatakan, bahwa Secara faktual kebijakan ini telah kehilangan legitimasi dan public trust. Karena telah melahirkan konflik dan kegaduhan. Karena itu kebijakan tersebut telah gagal dan sebaiknya segera dibatalkan atau dicabut kembali.
“Pemerintah Pusat harus melihat fakta perlawanan ini dengan cermat dan tak perlu malu untuk menarik kembali. Apa yang terjadi saat ini adalah pelajaran penting dalam proses pembuatan kebijakan yang baik kedepannya”,tutup Sebastianus Salang
Editor : Dody Pan
0 Comments