Proyek Cetak Sawah di Tempirai Raya Diduga Tanpa Papan Informasi, MPPDT Desak Transparansi

Pertanian,

PALI, — Suasana di Desa Tempirai Raya, Kecamatan Penukal Utara, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), mendadak jadi sorotan publik. Hal ini menyusul kritik tajam dari Organisasi Masyarakat Peduli Pembangunan Desa Tempirai (MPPDT) yang menyoroti proyek cetak sawah di wilayah tersebut. Proyek yang sejatinya diharapkan dapat mendongkrak sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani, justru kini menimbulkan tanda tanya besar lantaran diduga dikerjakan tanpa memasang papan informasi proyek sebagaimana mestinya.

Ketua MPPDT, Dr. Subiyanto Pudin, S.Sos., SH., MKn., CLA, angkat bicara terkait temuan tersebut. Kepada sejumlah awak media pada Kamis (3/7/2025), Subiyanto menyampaikan keprihatinannya atas pelaksanaan proyek yang menurutnya minim keterbukaan. Padahal, proyek cetak sawah ini menggunakan dana negara yang seyogianya wajib diketahui publik.

“Kami sangat menyayangkan pelaksanaan proyek cetak sawah di Desa Tempirai Raya ini. Proyek ini tidak transparan, mulai dari tidak adanya hasil kajian teknis yang bisa diakses publik, dokumen lingkungan seperti UKL-UPL yang tidak dipublikasikan, hingga yang paling mencolok, tidak ada papan informasi proyek di lokasi pengerjaan,” tegas Subiyanto di hadapan awak media.

Ia menambahkan, ketiadaan papan informasi proyek merupakan bentuk pengabaian terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dalam regulasi tersebut, setiap kegiatan pembangunan yang didanai oleh uang negara wajib terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat luas.

“Papan informasi proyek itu bukan sekadar formalitas. Di situlah masyarakat bisa melihat detail penting, mulai dari nama proyek, sumber anggaran, siapa pelaksana, berapa nilainya, hingga tenggat waktu pelaksanaan. Ini adalah wujud akuntabilitas,” jelasnya.

Menurut Subiyanto, ketiadaan papan informasi seringkali menjadi celah bagi praktik penyalahgunaan anggaran. Publik pun akhirnya tidak bisa melakukan fungsi kontrol sosial sebagaimana diamanatkan dalam semangat demokrasi.

“Kalau papan informasi saja tidak ada, bagaimana masyarakat mau tahu berapa anggaran yang digelontorkan? Siapa kontraktornya? Berapa luasan sawah yang akan dicetak? Celah-celah inilah yang kerap menimbulkan dugaan adanya permainan di lapangan,” tegasnya.

Subiyanto juga mengingatkan bahwa regulasi tentang kewajiban memasang papan nama proyek telah diatur dengan jelas melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam peraturan tersebut, setiap kegiatan yang menggunakan dana APBN atau APBD wajib memajang papan nama proyek di lokasi kegiatan. Tujuannya jelas, agar publik dapat memantau jalannya proyek, sehingga transparansi dan akuntabilitas dapat terwujud.

Lebih lanjut, MPPDT berkomitmen untuk terus mengawal proyek cetak sawah di Tempirai Raya ini. Sebagai organisasi masyarakat yang peduli pada pembangunan desa, MPPDT menegaskan akan menempuh langkah-langkah penelusuran lebih jauh. Apabila ditemukan pelanggaran serius, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan melaporkan temuan tersebut ke pihak berwenang.

“Kami tidak menuduh tanpa dasar, tapi indikasi dugaan itu ada. Masyarakat berhak mendapatkan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan, namun juga harus dilaksanakan dengan tata kelola pemerintahan yang baik, transparan, dan akuntabel. Salah satu prinsip Good Governance adalah taat pada hukum,” ujar Subiyanto menegaskan.

Subiyanto pun berharap pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait, mulai dari pelaksana proyek hingga instansi pengawas, tidak menutup mata terhadap kejanggalan yang ditemukan. Dirinya menegaskan bahwa keterbukaan informasi bukan hanya kewajiban moral, tetapi amanat undang-undang yang memiliki sanksi jika diabaikan.

“Masyarakat Tempirai Raya bukan menuntut sesuatu yang muluk-muluk. Mereka hanya meminta pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai aturan. Jika semua terbuka, pembangunan akan lebih tepat sasaran, manfaatnya pun dirasakan betul oleh masyarakat,” ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan, awak media masih berupaya melakukan konfirmasi lebih lanjut ke pihak pelaksana proyek dan instansi terkait yang berwenang dalam pelaksanaan program cetak sawah tersebut. Sayangnya, upaya konfirmasi melalui sambungan telepon dan pesan singkat belum mendapatkan tanggapan resmi. Awak media juga sempat mendatangi kantor desa, namun perangkat desa enggan memberikan keterangan lebih detail.

Sejumlah warga setempat yang enggan disebutkan namanya pun turut mengeluhkan minimnya informasi mengenai proyek ini. Beberapa petani mengaku hanya tahu bahwa akan ada lahan sawah baru yang dibuka, tetapi tidak pernah diundang dalam sosialisasi teknis secara resmi.

“Kami tahu-tahu ada alat berat datang, buka lahan. Tidak tahu siapa yang kerjakan, berapa lama selesai, dan lahan siapa saja yang dapat bagian. Kami petani, jelas ingin tahu,” ungkap salah satu warga.

MPPDT pun mengingatkan, jika pelaksanaan proyek cetak sawah ini benar-benar tidak sesuai prosedur, maka dampaknya bukan hanya soal kerugian negara, tetapi juga potensi konflik horizontal di masyarakat akibat ketidakjelasan pembagian lahan dan manfaatnya.

Sebagai penutup, Subiyanto menyerukan agar momentum ini menjadi refleksi bagi seluruh pihak yang terlibat dalam pembangunan desa. Transparansi dan akuntabilitas, katanya, adalah modal utama agar pembangunan benar-benar mensejahterakan masyarakat, bukan malah menjadi celah untuk kepentingan segelintir orang.

“Kami hanya ingin Desa Tempirai Raya maju. Potensi pertaniannya luar biasa. Jika proyek cetak sawah ini berhasil, ratusan hektare sawah produktif baru akan terbuka. Artinya, peluang kerja terbuka, hasil panen bertambah, pendapatan petani meningkat. Tapi semua itu hanya bisa tercapai jika pelaksanaannya bersih, transparan, dan sesuai aturan,” pungkas Subiyanto.

Diketahui, program cetak sawah merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memperluas lahan pertanian dan mendukung ketahanan pangan nasional. Namun di banyak daerah, praktik di lapangan kerap menuai sorotan karena tidak jarang muncul persoalan administrasi, teknis, hingga dugaan penyelewengan anggaran.

Masyarakat Desa Tempirai Raya pun kini menanti, sejauh mana komitmen pihak-pihak terkait dalam menjawab keresahan warga. Publik berharap agar proyek ini tidak sekadar menjadi proyek mercusuar, tetapi benar-benar memberikan manfaat nyata bagi peningkatan taraf hidup petani di Tempirai Raya.***(PJS)**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses