Pernikahan Dini di PALI Masih Tinggi


PALI//SI.Com–, Program pemerintah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) untuk meminimalisir pernikahan di usia muda nampaknya belum begitu berhasil. Sebab, hingga kini angka pernikahan dini masih cenderung tinggi.

Dari pengamatan media ini, pernikahan di usia muda itu, paling banyak terjadi di desa-desa. Hal ini banyak dialami anak-anak yang tak lagi melanjutkan sekolah.

Sesuai undang-undang tentang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, batas umur minimal anak boleh menikah awalnya adalah 16 tahun. Namun, setelah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun, baik untuk perempuan maupun laki-laki.

Menurut Aan, salah satu tokoh pemuda di Kecamatan Penukal, pernikahan dini juga banyak dipengaruhi oleh pergaulan bebas, serta efek negatif dari kemajuan teknologi.

“Sebagaimana kita semua ketahui, saat ini pergaulan nampak sudah sangat bebas. Gaya hidup yang dipengaruhi budaya barat, serta perkembangan tehnologi komunikasi juga menyokong terjadinya pernikahan dini,” cetusnya.

Meski membina keluarga di usia muda lebih banyak negatifnya, nyatanya hingga kini masih saja banyak kawula muda yang nekad ingin melangsungkan pernikahan. Alhasil, perkawinan mereka pun hanya bisa dilaksanakan secara agama atau adat (siri) saja. Karena syarat usia yang belum terpenuhi untuk dicatatkan secara resmi.

Dari sisi psikologis, psikolog Anna Surti Ariani yang biasa dipanggil Nina, sebagaimana dilansir hukum online, berpendapat bahwa menganjurkan atau membiarkan pernikahan dini adalah bentuk kekerasan terhadap anak. Kalau ada orang tua yang mengizinkan anaknya menikah di usia dini, maka dapat dikatakan ia melakukan tindak kekerasan terhadap anak.

Anak yang berumur di bawah 21 tahun, sebetulnya masih belum siap untuk menikah. Ketidaksiapan anak menikah dapat dilihat dari 5 aspek tumbuh kembang anak yaitu: fisik; kognitif; bahasa; sosial; dan emosional.

Baca juga:  Bupati Hery Lantik Pengurus Forum Anak di Kabupaten Manggarai

Menurut Nina, usia yang dianggap matang untuk menikah adalah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Hal ini sesuai dengan program Pendewasaan Usia Perkawinan BKKBN.

“Ada beberapa cara untuk mencegah pernikahan dini. Pertama tentunya perlu ada edukasi terhadap anak dan masyarakat luas tentang bahaya pernikahan dini dari segala aspek. Selain itu penting juga mempertegas payung hukum dari pemerintah mengenai pembatasan usia minimal untuk menikah,” urainya.

Sebagaimana dikutip dari IDN Times Sumsel, pernikahan dini yang terjadi di Kabupaten PALI, masih menjadi yang tertinggi di Sumatera Selatan. Selain PALI, ada Ogan Komering Ilir (OKI), Muratara, OKU Selatan, dan OKU Timur.

“Pernikahan usia dini tahun ini terjadi sebanyak 7.500 pasangan,” ujar Kepala Dinas Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumsel, Henny Yulianti, akhir 2021 lalu.

Menurut data Dinas PPPA Sumsel berdasarkan laporan Kantor Kementrian Agama (Kemenag), jumlah total pernikahan dini hingga 2020 mencapai 58.715 pasangan. Namun angka itu mengalami penurunan hingga 13,53 persen jika dibandingkan tahun 2019.

“Data sementara tahun 2021 ada kenaikan lagi sebanyak 13,44 persen,” kata dia.

Henny menyampaikan, pihaknya berupaya dengan maksimal untuk menurunkan angka pernikahan dini yang bisa berpengaruh negatif terhadap anak-anak belum cukup usia dewasa. Saat ini ada lima daerah yang menjadi penyumbang angka pernikahan usia dini di Sumsel.

“Ada Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Ogan Komering Ilir (OKI), Muratara, OKU Selatan, dan OKU Timur. Kelima daerah ini yang menjadi fokus utama kami berupaya menurunkan pernikahan usia dini,” tandas dia.

Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PALI, mencatat, permintaan bantuan untuk mengajukan permohonan dispensasi pernikahan bagi pengantin berusia di bawah umur, juga masih relatif tinggi. Setidaknya dalam satu bulan terdapat 2 hingga 5 pemohon yang mengajukan Dispensasi ke Pengadilan Agama Muara Enim.

Baca juga:  Terkait Honor perangkat Desa dan TKS Ubaydillah angkat bicara di rapat paripurna.

“Soal jumlah memang tidak tentu. Ada bulan-bulan tertentu yang angka pernikahan relatif tinggi. Di saat itu, permintaan bantuan hukum untuk permohonan Dispensasi nikah juga lumayan banyak,” singkat Advokat Ira Handayani Harahap, S.H.,M.H., Sekretaris LBH PALI.

Tim.


Like it? Share with your friends!

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

JANGAN COFAS NANTI JADI KEBIASAAN