Ruteng, NTT//SI.com- Aliansi Pemuda Poco Leok menggelar aksi damai di Kantor Bupati dan DPRD Manggarai pada Senin, 3 Maret 2025.
Mereka menuntut Bupati Manggarai, Herybertus G.L. Nabit, untuk mencabut SK yang menetapkan lokasi Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di wilayah Poco Leok.
Aksi protes ini merupakan bagian dari serangkaian penolakan yang telah dilakukan masyarakat sejak Februari 2023 terhadap proyek geotermal tersebut.
Perwakilan dari Aliansi Pemuda Poco Leok, Kristianus Jaret, dalam pernyataan pers mengungkapkan alasan utama penolakan adalah kekhawatiran atas dampak negatif proyek ini terhadap ruang hidup dan produksi petani di Poco Leok.
Menurutnya, penetapan lokasi proyek dilakukan secara sepihak oleh PT PLN dan Pemerintah Daerah Manggarai tanpa melibatkan partisipasi publik, terutama masyarakat adat di Gendang Poco Leok.
Kristianus menjelaskan, masyarakat Poco Leok telah berulang kali mengajukan protes, termasuk mendatangi PT PLN di Jakarta dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta Pusat. Namun, suara mereka tidak digubris.
Pada Agustus 2023, masyarakat adat bahkan melakukan aksi protes langsung kepada Bupati Manggarai, namun hanya bertemu dengan wakil bupati.
Meskipun demikian, pemerintah Kabupaten Manggarai tetap berupaya melanjutkan proyek tersebut.
Selain itu, Kristianus mengungkapkan, selama proses sosialisasi dan pelaksanaan proyek, kaum perempuan dan masyarakat adat Poco Leok sering kali menjadi korban kekerasan fisik dan verbal oleh aparat gabungan yang terdiri dari Polisi Pamong Praja (Pol-PP), Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Pemerintah Daerah Manggarai.
Sejak Februari 2023, setidaknya telah terjadi 28 kali aksi penghadangan terhadap pejabat yang mengunjungi Poco Leok, dengan beberapa warga yang terluka dan dirawat di fasilitas kesehatan terdekat.
Aliansi Pemuda Poco Leok juga menuntut agar seluruh aktivitas terkait proyek geotermal dihentikan, termasuk pengerahan aparat keamanan.
Mereka meminta agar pendanaan proyek dari Bank Pembangunan Jerman (KFW) dihentikan, serta upaya sertifikasi tanah ulayat di wilayah adat Poco Leok.
Selain itu, mereka mendesak pemerintah untuk mencabut SK Kementerian ESDM terkait penetapan Pulau Fores sebagai area panas bumi.
Sementara itu, Bupati Nabit saat beraudiensi dengan massa aksi tetap pada kekeh pendiriannya untuk melanjutkan proyek pembangunan geotermal di Poco Leok.
Nabit menegaskan, kebutuhan listrik merupakan hal yang penting dan mendesak untuk masyarakat dan investor di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.
Ia juga menjelaskan soal ratio elektrifikasi. Tugas Pemerintah menurutnya, adalah menyediakan dan memenuhi kebutuhan listrik pada tahun 2030 atau 2035.
Nabit berdalih, akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan listrik masyarakat seluruhnya. Karena itu, proyek geotermal ini dianggap strategis untuk memenuhi kebutuhan listrik dimasa yang akan datang.
“Kita tahu penyediaan listrik ini bukan soal yang bisa dibangun dalam satu malam atau satu bulan. Kalau mau menyediakan listrik untuk sekian banyak orang, itu prosesnya bertahun-tahun lagi,” tutup Nabit.
Pewarta : Dody Pan
0 Comments