PALI – Disinyalir banyak masalah yang dialami perusahaan Seismik 3D yang beroperasi di wilayah Kabupaten PALI Provinsi Sumatera Selatan, tepatnya di Kecamatan Abab Desa Pengabuan dan sekitarnya,
Hal itu terbukti dari keluhan warga soal izin keluar masuk kebun milik warga, kemudian soal penebangan pohon atau tumbuhan di atas lahan dan mendirikan sebuah berinjing Titian Seismik yang tidak kesemuanya mendapatkan izin dari pemilik lahan, apalagi untuk melobangi (melakukan Pengeboran),
Hal itu kini terjadi juga terhadap Ediyanto (42) warga Desa Pengabuan Kecamatan Abab Kabupaten PALI yang akhirnya minta pendampingan hukum ke Pengurus Daerah Gerakan Karya Justitia Indonesia (GKJI) Sumatera Selatan terkait indikasi dugaan pelanggaran yang dialaminya.
Dalam surat kuasa yang ditanda tangani bersama Ketua GKJI; Lius Eka Brahma Saputra, Sh., M.Kn., tersebut persoalan yang dikuasakan Edi merupakan tindak pidana pengrusakan lahan yang dilakukan oleh terduga perusahaan pelaksana kegiatan survei seismik 3D di wilayah kerja PT Pertamina EP field Adera, namun Luis Eka menegaskan bahwa pihaknya sedang mendalami persoalan tersebut dan tidak terbatas hanya pada pidananya saja.
“GKJI kemarin (06/03/2023) benar telah menerima langsung Ediayanto dan surat kuasanya. Tim Hukum yang menangani persoalan ini sedang melakukan pulbaket untuk mendalami dan menggali lebih banyak data, informasi, keterangan dan bukti-bukti untuk dapat dikembangkan” terang Lius pada wartawan.
Lius juga memberikan kesempatan seluas-luasnya pada tim hukum untuk melakukan upaya-upaya pendampingan terhadap kliennya termasuk berkordinasi dengan aparat penegak hukum, pemerintah Provinsi dan Kabupaten dan akan melakukan upaya penyetopan kegiatan seismik di atas lahan milik kliennya termasuk membuka peluang bagi masyarakat lainnya yang mengalami persoalan yang sama.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya berjudul “Heboh kegiatan Survey Seismik 3D ABAB menyerobot lahan warga Tanpa seizin Si Pemilik Lahan” diketahui bahwa perusahaan pelaksana kegiatan seismik PT DAQING CITRA PETROLEUM diduga menyerobot lahan warga Tanpa izin oleh Si Pemilik lahan.
Dalam berita terkait, dijelaskan Ediyanto bahwa penyerobotan sebagaimana dimaksud adalah pemakaian tanah yang tanpa seizinnya digunakan atau diusahakan untuk kepentingan perusahaan tanpa mengindahkan hak-hak si pemilik lahan.
Edi menjelaskan dan membenarkan bahwa memang pernah ada dialog yang dilakukan bersama-sama pihak pelaksana seismik. Pertemuan yang dituangkan dalam berita acara blangko kordinasi yang ditanda tangani atas nama humas seismik; Aan Ayungcik tersebut bahwa Edi tidak mengizinkan kegiatan seismik dilakukan di atas lahan miliknya sebelum ada penyelesaian pembayaran atau jaminan pembayaran.
Di tempat terpisah, Hengky Yohanes; pemimpin redaksi media online PLUSMINUS.CLICK yang juga memberi perhatian khusus terhadap persoalan ini mengatakan bahwa banyak terdapat pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pihak pelaksana kegiatan. Dirinya pula sempat melakukan advokasi dan konseling kepada kelompok-kelompok tani pada kegiatan sejenis diwilayah berbeda.
“Ada larangan menggunakan tanah tanpa seizin pemiliknya, coba baca PERPU Nomor 51 tahun 1960 dan PERGUB Nomor 40 tahun 2017 yang dipedomani pelaksana kegiatan untuk menghitung tarif nilai ganti kerugian, dan itu sudah tidak berlaku karena terdampak oleh Undang-Undang Cipta Kerja” jelas Hengky yang dihubungi via ponselnya.
Hengky juga menanggapi positif adanya gerakan natural yang dilakukan Ediyanto dan memprediksi akan ada efek domino atas apa yang dilakukan Edi.
“Ini akibat ketidak tahuan dan kurang cermatnya bagian legal perusahaan ditingkat pelaksana peraturan sehingga menimbulkan potensi konflik dan akhirnya memberikan efek domino bagi pemilik lahan lainnya untuk menolak kegiatan seismik ini, akibatnya aktifitas perusahaan menjadi terhambat dan bahkan terancam batal” kata Hengky yang juga sedang menyipakan tulisan karya ilmiahnya secara konprehensif.
Hal senada juga disampaikan Eftiyani, SH., tokoh masyarakat PALI dalam wawancara khusus di Palembang.
“Kegiatan itu hentikan, kemudian dicarikan solusi dengan mengusulkan kepada pemangku kepentingan untuk mengeluarkan peraturan yang sejalan dengan instruksi isi-isi perintah Undang-Undang Cipta Kerja beserta turunannya tentang pertambangan. Tanpa dasar hukum maka kegiatan itu menjadi ilegal” terang Efti.
Sebagai informasi, bahwa dalam pelaksanaan PERPU 51/1960 khususnya Pasal 3 ayat (1) ang berbunyi Penguasa Daerah dapat mengambil tindakan-tindakan untuk menyelesaikan pemakaian tanah yang bukan perkebunan dan bukan hutan tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, yang ada didaerahnya masing-masing pada suatu waktu.
Namun sayang, sampai berita ini dibuat Pemkab PALI melalui Asisten bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat terkesan lepas tangan dan menghindar memberi tanggapan untuk diwawancari.
Eddi Saputra & Rahasmin
0 Comments