Ketika seorang kepala desa dilantik, ia bukan hanya diberi amanah, tetapi juga tanggung jawab besar untuk memimpin pembangunan dan memastikan kesejahteraan masyarakat desa. Jabatan kepala desa bukanlah kedudukan seumur hidup atau warisan turun-temurun. Sayangnya, fenomena yang kerap terjadi adalah beberapa kepala desa bertindak seolah-olah mereka adalah “raja desa” yang berkuasa penuh atas dana desa dan kebijakan publik.
Penyimpangan ini sering terjadi karena lemahnya pemahaman tentang peran mereka sebagai public servant. Kepala desa memiliki hak, tetapi juga terikat kewajiban yang harus dijalankan sesuai peraturan perundang-undangan.
Sebagai badan publik, kepala desa memiliki kewajiban untuk menyediakan informasi kepada masyarakat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri Nomor 114 Tahun 2014. Beberapa tanggung jawab utama kepala desa meliputi:
1. Transparansi Informasi Publik: Kepala desa wajib menginformasikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan desa. Hal ini mencakup penyusunan RPJM Desa, RKP Desa, APBDes, hingga laporan realisasi anggaran dan pembangunan.
2. Keterbukaan terhadap Pengawasan: Kepala desa wajib menerima kritik, masukan, dan hasil pemantauan masyarakat terhadap program pembangunan desa.
3. Akuntabilitas Keuangan: Dana desa adalah milik masyarakat desa. Kepala desa bertanggung jawab untuk menggunakan dana ini secara efisien, transparan, dan akuntabel.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak kepala desa yang merasa terganggu saat masyarakat atau lembaga sosial kontrol meminta keterbukaan informasi. Beberapa bahkan menganggap dana desa sebagai “rezeki nomplok” yang bebas digunakan untuk kepentingan pribadi, yang tak jarang berujung pada persoalan hukum.
Masyarakat desa memiliki hak yang dijamin undang-undang untuk memperoleh informasi tentang pembangunan desa. Hal ini tertuang dalam beberapa regulasi, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 82
*. Masyarakat desa berhak mengetahui rencana dan pelaksanaan pembangunan desa.
*. Masyarakat desa dapat memantau proses pembangunan desa, termasuk tahap perencanaan hingga pelaksanaan.
*. Hasil pemantauan ini menjadi bahan untuk musyawarah desa dalam mengevaluasi pembangunan.
2. Permendagri Nomor 73 Tahun 2020 Pasal 23 Ayat 4. Informasi yang wajib diberikan kepada masyarakat meliputi:
. APBDes dan realisasinya.
. Pelaksana kegiatan dan tim pelaksana.
. Realisasi kegiatan yang telah dilakukan.
. Kegiatan yang belum selesai atau tidak terlaksana.
. Sisa anggaran (SiLPA).
3. Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 Pasal 85. Masyarakat desa berhak melakukan pemantauan terhadap:
Penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa.
Pengadaan barang/jasa dan bahan/material.
Pengelolaan administrasi keuangan.
Pembayaran upah pekerja.
Kualitas hasil pembangunan desa.
Sikap “sok suci” yang sering ditampilkan oleh oknum kepala desa yang bermasalah dengan hukum menambah ironi dalam tata kelola pemerintahan desa. Jika seorang pemimpin merasa dirinya bersih, seharusnya keterbukaan informasi tidak menjadi hal yang merisaukan. Sebaliknya, jika seorang pemimpin enggan terbuka, justru hal ini dapat menjadi indikasi adanya penyimpangan.
Transparansi bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga moral. Seorang kepala desa harus menyadari bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui dan terlibat dalam proses pembangunan desa. Sikap defensif atau bahkan represif terhadap sosial kontrol justru akan memperburuk citra kepala desa di mata masyarakat.
Seorang kepala desa yang baik harus memahami bahwa jabatan ini adalah amanah, bukan hadiah. Tindakan seperti menyalahgunakan dana desa untuk kepentingan pribadi atau kelompok adalah bentuk pengkhianatan terhadap masyarakat yang telah memilihnya.
Sebaliknya, kepala desa yang amanah akan membuka ruang dialog dengan masyarakat, menerima kritik dengan lapang dada, dan memastikan setiap kebijakan diambil demi kemajuan desa. Kepala desa juga harus proaktif mengedukasi masyarakat tentang hak-hak mereka, termasuk dalam mengawasi pembangunan desa.
Masyarakat desa harus aktif menggunakan hak mereka untuk meminta informasi, memantau pembangunan, dan melaporkan penyimpangan. Dengan pemahaman yang baik tentang regulasi, masyarakat dapat menjadi mitra sekaligus pengawas bagi kepala desa.
Kesimpulannya, menciptakan tata kelola desa yang baik memerlukan sinergi antara kepala desa yang transparan dan masyarakat yang kritis. Jika keduanya berjalan beriringan, maka pembangunan desa yang sejahtera, adil, dan berkelanjutan bukan lagi sekadar mimpi.**
Ditulis oleh: Eddi Saputra pada Rabu 1 Januari 2025 di Kabupaten PALI.
0 Comments