JAKARTA, 16 Mei 2025 — Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, menegaskan bahwa Koperasi Merah Putih dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan dua entitas berbeda, baik dari segi kepemilikan, pengelolaan, hingga dasar hukum. Penegasan ini disampaikan dalam rangka memberikan kejelasan kepada masyarakat desa agar tidak keliru dalam memahami peran masing-masing lembaga ekonomi tersebut.
“Koperasi Merah Putih adalah bentuk kebangkitan koperasi rakyat yang bersifat nasional. Sementara BUMDes adalah badan usaha yang dimiliki dan dikelola oleh desa berdasarkan musyawarah desa,” ujar Abdul Halim dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kemendes PDTT, Jakarta.
Koperasi Merah Putih, kata Abdul Halim, bersifat terbuka dan berbadan hukum koperasi, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Koperasi ini dapat didirikan oleh siapa saja, dari berbagai wilayah, dengan semangat gotong royong dan kemandirian. Sumber modalnya berasal dari simpanan anggota dan hasil usaha koperasi itu sendiri.
“Gerakan Koperasi Merah Putih adalah gerakan ekonomi rakyat, bukan milik desa, dan tidak dibiayai oleh APBDes. Dia berdiri berdasarkan kesadaran kolektif anggota, dan memiliki jangkauan operasional lintas wilayah,” jelasnya.
Sementara itu, BUMDes adalah entitas yang lahir dari semangat kemandirian desa dalam mengelola potensi lokal. BUMDes secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang BUMDes, yang memberikan status badan hukum khusus bagi BUMDes.
“Modal BUMDes berasal dari penyertaan APBDes dan bertujuan untuk mengembangkan ekonomi desa, serta meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes). Berbeda dengan koperasi, BUMDes hanya bisa didirikan oleh pemerintah desa dan dikelola bersama masyarakat melalui mekanisme musyawarah desa,” tambahnya.
Lebih lanjut, Mendes PDTT menekankan bahwa keberadaan Koperasi Merah Putih tidak bertujuan menggantikan peran BUMDes, tetapi justru dapat menjadi mitra strategis dalam membangun ekosistem ekonomi desa yang inklusif.
“Keduanya bisa bersinergi. BUMDes fokus pada potensi lokal dan pelayanan publik ekonomi desa, sementara Koperasi Merah Putih membuka jejaring antarwilayah, memperkuat UMKM, dan menumbuhkan semangat ekonomi rakyat,” tuturnya.
Kementerian Desa mengimbau agar setiap pemerintah desa memahami dengan baik perbedaan kedua lembaga ini agar tidak terjadi tumpang tindih pengelolaan dan penggunaan anggaran.
“Jangan sampai APBDes dipakai untuk koperasi, karena itu di luar kewenangan desa. Sebaliknya, BUMDes tidak boleh dikelola seperti koperasi yang dimiliki perseorangan atau kelompok,” tegas Abdul Halim.
Dengan demikian, kejelasan hukum dan peran masing-masing lembaga akan memperkuat fondasi ekonomi desa sekaligus menjaga akuntabilitas tata kelola keuangan desa. Pemerintah berharap sinergi antara BUMDes dan koperasi dapat membuka ruang baru bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat di akar rumput. (Red).
0 Comments