Palembang, 2 Juli 2025 — Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) tetap menunjukkan tren stabil meski laju inflasi pada Juni 2025 tercatat naik tipis. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumsel, inflasi bulanan (month-to-month/mtm) tercatat naik 0,08 persen setelah sebelumnya pada Mei 2025 sempat deflasi sebesar 0,35 persen.
Secara tahunan, inflasi Sumsel juga mengalami kenaikan dari 2,33 persen pada Mei menjadi 2,44 persen pada Juni 2025. Kendati demikian, angka ini masih aman karena masih berada dalam sasaran inflasi nasional sebesar 2,5 plus minus 1 persen.
Kepala Perwakilan BI Sumsel, Bambang Pramono, menegaskan bahwa kondisi ini menunjukkan keseimbangan antara pasokan dan permintaan barang dan jasa di daerah masih terjaga. “Kenaikan inflasi Sumsel masih dalam batas aman. Ini menandakan pasokan dan permintaan tetap seimbang meskipun ada tekanan dari beberapa komoditas utama,” kata Bambang, Rabu (2/7/2025).
Berdasarkan data Bank Indonesia, komoditas yang menjadi pemicu utama inflasi di Sumsel pada Juni 2025 adalah beras, daging ayam ras, emas perhiasan, cabai rawit, dan telur ayam ras.
Kenaikan harga beras terjadi akibat berkurangnya pasokan karena masa panen telah berakhir dan memasuki masa tanam. Permintaan daging ayam ras juga meningkat di tengah naiknya biaya pakan dan harga pokok produksi.
Sementara itu, harga emas perhiasan terdongkrak oleh gejolak geopolitik di Timur Tengah dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kenaikan harga cabai rawit dan telur ayam ras sebagian besar disebabkan oleh gangguan distribusi dan permintaan musiman yang meningkat.
Pemerintah daerah bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumsel dan Bank Indonesia telah menyiapkan sejumlah langkah konkret untuk memastikan inflasi tetap terkendali. Strategi yang diterapkan dikenal dengan jurus 4K, yaitu:
Pertama, Ketersediaan Pasokan. Pemerintah menggencarkan operasi pasar murah di sejumlah titik, serta menjalin kerja sama antar daerah dengan beberapa wilayah sentra produksi seperti Subang, Karawang, dan Sumatera Barat untuk menjamin suplai beras, cabai, dan bawang.
Kedua, Keterjangkauan Harga. TPID memastikan margin pedagang tetap rasional dan mengawasi harga di pasar tradisional maupun ritel modern agar harga tetap wajar.
Ketiga, Kelancaran Distribusi. Pemerintah bersama BI, BUMN, BUMD, perbankan, dan swasta menyediakan subsidi biaya angkut barang kebutuhan pokok, sekaligus memitigasi risiko distribusi akibat cuaca ekstrem.
Keempat, Komunikasi Efektif. Data inflasi disampaikan secara transparan melalui media massa. Selain itu, masyarakat dan para pemangku kepentingan rutin mendapatkan edukasi untuk meningkatkan pemahaman dan peran aktif dalam pengendalian inflasi.
Sebagai langkah jangka panjang, BI dan TPID Sumsel juga memperkuat program Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Program GSMP fokus mendorong kemandirian pangan dengan memberdayakan dasawisma, rumah tangga, hingga Kelompok Wanita Tani (KWT). Bahkan, GSMP juga melibatkan panti sosial untuk membudidayakan tanaman pangan seperti cabai, bayam, dan sayuran lokal.
Sementara GNPIP menitikberatkan pada edukasi petani dan konsumen, digitalisasi distribusi pangan, hingga dukungan inovasi pertanian yang berkelanjutan.
Bambang menambahkan, panen raya padi yang diperkirakan berlangsung pada Agustus hingga Oktober 2025 diyakini akan menjadi momentum penting untuk menekan inflasi beras di Sumsel. “Kami akan terus memperkuat koordinasi lintas sektor agar inflasi tetap di jalur sasaran dan tidak mengganggu daya beli masyarakat,” tutupnya. ***(PJS)***.