GMNI Menilai, Kebijakan Dinas PPO Manggarai Melanggar Hak Konstitusi dan Menghalangi Hak Anak untuk Mendapat Pendidikan

 

Ruteng, NTT//SI.com- Pemerintah Kabupaten Manggarai, melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (PPO), mengeluarkan surat edaran untuk mewajibkan masyarakat melampirkan bukti pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dalam penerimaan murid baru.

Surat edaran tersebut bernomor : B/1488/400.3.6.5/VI/2025 yang dikeluarkan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (PPO) Kabupaten Manggarai pada 24 Juni 2025 itu, mewajibkan pelunasan PBB sebagai syarat penerimaan siswa baru jenjang TK, SD, dan SMP tahun ajaran 2025/2026.

Edaran ini merujuk pada Instruksi Bupati Manggarai Nomor 2 Tahun 2025 dan menyebutkan bahwa langkah tersebut adalah bentuk kolaborasi untuk meningkatkan kesadaran membayar pajak daerah demi pembiayaan pembangunan.

Menanggapi surat edaran itu, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manggarai, mengeluarkan pernyataan sikap menolak dan menegaskan bahwa, kebijakan ini tidak hanya cacat secara administratif, tetapi juga mencederai nilai-nilai dasar keadilan.

GMNI juga menilai kebijakan tersebut melanggar hak konstitusi, dan menghalangi hak anak untuk mendapatkan layanan pendidikan. Hak asasi manusia dan hak konstitusional dijamin Pasal 31 UUD 1945, bukan sekadar previlage atau hadiah bagi mereka yang mampu.

“Kebijakan ini mengubah hak itu menjadi seleksi ekonomi yang menghukum anak-anak dari keluarga miskin hanya karena orang tuanya belum melunasi kewajiban pajak,” tegas Meldyani Yolfa Jaya, Ketua GMNI Manggarai, dalam keterangan tertulisnya

Meldyani Yolfa Jaya, juga menyoroti logika terbalik yang diterapkan Pemerintah. Alih-alih menjadikan pendidikan sebagai alat pencerdasan dan pemerdekaan, kebijakan ini justru menempatkan pajak sebagai penghalang utama menuju ruang kelas.

Menurutnya negara mestinya menciptakan warga negara yang sadar pajak melalui pendidikan, bukan menutup akses pendidikan demi memaksa kepatuhan fiskal. Karena ini bukan sekadar persoalan administrasi.

“Ini adalah bentuk diskriminasi yang terselubung namun brutal. Anak-anak diminta membayar harga atas kemiskinan orang tuanya dengan masa depan mereka sendiri”, tegas Meldyani yang akrab disapa Yolfa

Kebijakan tersebut lanjut Medyani dinilai merusak kohesi sosial dengan memisahkan anak-anak berdasarkan status ekonomi keluarganya, mengubah sekolah menjadi arena eksklusi dan stigmatisasi.

GMNI menggarisbawahi kerancuan kewenangan dari Dinas PPO Kabupaten Manggarai, yang seharusnya menjadi benteng hak anak, namun justru bertindak sebagai alat pemungut pajak.

Meskipun mendukung kesadaran pajak, GMNI merekomendasikan pendekatan yang lebih beradab dan konstitusional, seperti integrasi pendidikan pajak dalam kurikulum, pemberian insentif bagi wajib pajak patuh, sosialisasi persuasif, serta skema keringanan atau cicilan bagi keluarga tidak mampu.

“Pajak adalah kewajiban orang dewasa, bukan beban anak-anak”, pungkas Yolfa

GMNI Cabang Manggarai mendesak Bupati Manggarai dan Dinas Pendidikan untuk segera mencabut kebijakan ini, dan melakukan evaluasi total terhadap segala bentuk kebijakan pendidikan yang bersifat eksklusif dan tidak berkeadilan.

GMNI juga mendorong Ombudsman dan Komnas HAM untuk melakukan investigasi terhadap potensi pelanggaran hak anak yang terjadi akibat kebijakan ini.

Selain itu, GMNI juga menyeruhkan kepada masyarakat sipil, organisasi pemuda, dan seluruh rakyat Manggarai untuk tidak diam menghadapi ketidakadilan ini.

“Kami berdiri bersama anak-anak marhaen yang bermimpi besar, meski hidup dalam keterbatasan. Dalam setiap dari mereka, ada potensi untuk membangun negeri. Maka, jangan biarkan mimpi mereka terhenti hanya karena selembar bukti pelunasan PBB,” tutup Ketua GMNI Cabang Manggarai, Meldyani Yolfa Jaya

Pewarta : Dody Pan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses