Jambi – Praktik pungutan liar dalam program pengurusan sertifikat tanah kembali mencuat di sejumlah daerah. Kali ini, dugaan pungli terjadi di Desa Simpang Rantau Gedang, Kecamatan Mersam, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.
Sejumlah warga desa, di antaranya SA, Hi, JA, RI, MZ, AB, NR, SS, FA, dan RNA, mengaku keberatan atas pungutan biaya sertifikat tanah yang diduga melanggar ketentuan.
“Kami merasa keberatan, Bang. Awalnya, kami diminta Rp200 ribu untuk pembuatan sertifikat orang tua kami. Setelah sertifikat selesai, kami datang ke kantor desa untuk mengambilnya, tetapi malah diminta tambahan Rp450 ribu. Bahkan, ada tetangga kami yang dimintai hingga Rp500 ribu per sertifikat,” ungkap salah satu warga pada Kamis (7/3/2025).
Selain dugaan pungli dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2023–2024, masyarakat juga meminta aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Dana Desa di Simpang Rantau Gedang.
Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp terkait keluhan warga dan dugaan pungli PTSL, Kepala Desa Simpang Rantau Gedang, Ef Kusuma, S.Pd., tidak memberikan tanggapan meskipun pesan yang dikirimkan terlihat telah dibaca.
Sebagai informasi, PTSL merupakan program unggulan pemerintah sejak 2016 yang bertujuan memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah dan bangunan bagi masyarakat Indonesia. Program ini dilaksanakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh sertifikat tanah.
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, biaya yang diperbolehkan untuk program PTSL maksimal hanya Rp150 ribu. Dengan demikian, segala bentuk pungutan tambahan di luar ketentuan resmi dapat dikategorikan sebagai pungutan liar.
Ketua Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan (AMUK), Husnan, mendesak Polres Batanghari dan Tim Saber Pungli untuk segera turun tangan menyelidiki dugaan pungli ini.
“Polisi dan Saber Pungli harus bertindak cepat. Segera panggil dan periksa oknum-oknum yang terlibat. Praktik pungli seperti ini sangat meresahkan masyarakat dan jelas melawan hukum,” tegasnya.
Pungutan liar merupakan tindakan melawan hukum yang termasuk dalam tindak pidana korupsi. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pelaku pungli dapat dijerat dengan Pasal 368 ayat (1) KUHP.
(Red. Jbi)
0 Comments