PALI, Sumsel, — Dunia kesehatan di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir kembali diguncang dengan mencuatnya dugaan tindakan tidak etis oleh seorang oknum dokter di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) H. Anwar Mahakil. Insiden yang ramai dibicarakan ini memantik reaksi keras dari berbagai pihak, salah satunya datang dari tokoh nasional sekaligus mantan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Republik Indonesia periode 2014–2024, Dr. Subianto Pudin, S.Sos., SH., CLA.
Dalam keterangannya kepada media, Dr. Subianto mengecam keras perilaku tenaga medis yang dinilai tidak mencerminkan nilai-nilai dasar dalam pelayanan kesehatan. Ia menilai bahwa apa yang dilakukan oleh oknum dokter tersebut telah menciderai tiga asas fundamental dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yakni asas kemanusiaan, kemanfaatan, dan keadilan sosial.
“Sebagai mantan Anggota DJSN RI, saya sangat menyayangkan perlakuan tenaga medis tersebut. Tindakan itu tidak mencerminkan semangat pelayanan kesehatan berbasis hak asasi manusia. Ia gagal mengamalkan tiga asas utama dalam SJSN. Ini bukan sekadar persoalan etika, tetapi juga persoalan konstitusional,” tegas Subianto, Selasa (25/6/2025).
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pelayanan kesehatan adalah hak dasar setiap warga negara yang tidak bisa ditawar. Seorang dokter, lanjutnya, bukan hanya memiliki tanggung jawab klinis, tetapi juga tanggung jawab moral dan sosial terhadap pasien.
Subianto juga mendesak agar pihak rumah sakit bersikap terbuka dan transparan. Ia mendorong agar dokter yang bersangkutan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada publik demi memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap fasilitas kesehatan milik pemerintah tersebut.
“Permohonan maaf harus disampaikan secara terbuka. Ini penting untuk menghentikan polemik dan memastikan kejadian serupa tidak terulang. Lebih dari itu, Pemerintah Kabupaten PALI juga harus menjamin bahwa semua warganya, terutama yang sedang sakit, mendapatkan pelayanan yang layak dan berkeadilan,” tambahnya.
Kejadian yang menjadi sorotan ini bermula dari pengakuan seorang pasien yang datang ke IGD RSUD PALI pada Senin malam, 23 Juni 2025. Pasien mengeluhkan sakit yang amat sangat di bagian perut dan segera mencari pertolongan di rumah sakit. Namun, alih-alih mendapatkan pelayanan cepat, pasien justru mengaku diabaikan selama hampir satu jam.
Yang lebih menyakitkan, menurut pengakuan pasien, dirinya justru menerima komentar yang tidak pantas dari dokter jaga berinisial FAD. Komentar itu berbunyi, “Kalau sakit nian, pasti pingsan,” yang dianggap sangat menyakitkan dan tidak empatik terhadap penderitaan pasien.
Keluhan tersebut viral di media sosial dan segera menyita perhatian publik. Dalam waktu singkat, berbagai pihak mulai menyoroti pelayanan rumah sakit dan menuntut klarifikasi dari pihak manajemen RSUD.
Merespons situasi yang terus memanas, manajemen RSUD H. Anwar Mahakil menggelar konferensi pers pada Rabu siang, 25 Juni 2025. Konferensi tersebut dipimpin langsung oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur RSUD, dr. Davied Arja, didampingi oleh Kepala Seksi Keperawatan Vonny Widiastuti, Am.Kep., dan Kepala Instalasi IGD.
Dalam kesempatan itu, dr. Davied menyampaikan permintaan maaf resmi atas insiden yang terjadi. Ia menyatakan bahwa peristiwa tersebut sama sekali tidak mencerminkan semangat pelayanan RSUD PALI yang mengedepankan profesionalisme dan empati.
“Kami atas nama manajemen RSUD dan mewakili dokter yang bersangkutan menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada pasien dan masyarakat. Ini adalah pelajaran besar bagi kami semua,” ujar dr. Davied.
Menurutnya, insiden tersebut berakar dari miskomunikasi yang terjadi di ruang IGD yang memang kerap berada dalam situasi penuh tekanan. Namun demikian, ia tidak menampik bahwa komentar dokter tersebut melukai perasaan pasien dan telah menciptakan ketidakpercayaan publik.
“Di ruang IGD, ketegangan dan tekanan tinggi adalah hal yang lumrah. Namun, itu bukan alasan untuk kehilangan empati. Setiap kata yang keluar dari mulut tenaga medis dapat berdampak besar pada kondisi psikologis pasien,” jelasnya.
Manajemen rumah sakit tak tinggal diam. Sebagai bentuk tanggung jawab, RSUD PALI telah memanggil dokter FAD untuk memberikan klarifikasi. Dalam pengakuannya, sang dokter menyadari kesalahan dalam gaya komunikasi dan menyatakan penyesalannya atas apa yang telah terjadi.
“Kami sudah memanggil dokter yang bersangkutan dan yang bersangkutan telah menyampaikan permintaan maaf. Sebagai tindak lanjut, dokter tersebut kami bebastugaskan sementara dari pelayanan IGD dan akan menjalani masa pembinaan secara internal,” ungkap dr. Davied.
Ia juga menambahkan bahwa evaluasi menyeluruh terhadap sistem pelayanan di RSUD, terutama di IGD, akan dilakukan dalam waktu dekat. Fokus evaluasi ini mencakup peningkatan kualitas komunikasi antar tenaga medis serta penguatan etika pelayanan kesehatan.
“Kami akan memperketat sistem pengawasan dan memperkuat pelatihan komunikasi bagi seluruh tenaga medis. Kepercayaan publik adalah modal utama kami dalam memberikan layanan terbaik,” imbuhnya.
Dalam konferensi pers tersebut, pihak RSUD PALI menegaskan komitmen mereka untuk menjadikan rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan yang humanis, aman, dan nyaman bagi seluruh lapisan masyarakat. Pihak manajemen juga membuka ruang seluas-luasnya bagi kritik, saran, dan masukan dari masyarakat guna membenahi sistem layanan kesehatan secara menyeluruh.
“Kami sangat terbuka terhadap masukan dari masyarakat. RSUD H. Anwar Mahakil adalah rumah sakit rakyat, maka harus dibangun di atas dasar kepercayaan rakyat,” tegas dr. Davied.
Dr. Subianto Pudin, S.Sos., SH., CLA. Yang merupakan putra asli Desa Tempirai Kecamatan Penukal Utara Kabupaten PALI berharap insiden ini menjadi momentum perubahan besar dalam tata kelola pelayanan rumah sakit di Kabupaten PALI. Karena menurut nya masyarakat menuntut transparansi, profesionalisme, serta perlindungan maksimal terhadap hak-hak pasien sebagai pengguna layanan kesehatan.
Ditambahkan nya. Dugaan perlakuan tidak etis oleh tenaga medis di RSUD H. Anwar Mahakil bukan sekadar persoalan individu, melainkan cerminan dari pentingnya reformasi layanan publik yang berorientasi pada kemanusiaan. Respons cepat pihak rumah sakit patut diapresiasi, namun langkah lanjutan harus benar-benar dijalankan secara konkret.
Tokoh nasional seperti Dr. Subianto Pudin telah menyuarakan kegelisahan publik yang lebih luas. Kini, bola ada di tangan pemerintah daerah dan manajemen rumah sakit untuk membuktikan bahwa layanan kesehatan milik negara masih bisa dipercaya, tidak hanya dengan janji, tapi melalui tindakan nyata yang berpihak pada rakyat. (ES).