Palembang — Sinar pagi menembus pepohonan rindang di halaman Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II) Palembang, Selasa (2/7/2025). Suasana damai, riuh, dan penuh semangat berpadu saat ratusan anak-anak hingga orang dewasa berkumpul. Bukan sekadar datang untuk berfoto atau berwisata sejarah, mereka membawa kanvas, kuas, dan sekotak warna untuk merayakan Hari Jadi Kota Palembang ke-1342 dengan cara yang sungguh istimewa: lomba lukis dan mewarnai potret dua tokoh besar Sumatera Selatan, Sultan Mahmud Badaruddin II dan Mayjen TNI (Purn) dr. AK Gani.
Ratusan goresan tangan yang lahir hari itu bukan hanya sekadar corak warna di kertas. Ia adalah pengingat, sekaligus penanaman nilai kebangsaan yang dirajut melalui garis, warna, dan imajinasi. Kegiatan ini digagas Pemerintah Kota Palembang bersama Dinas Kebudayaan, Dewan Kesenian Palembang, dan para seniman setempat yang berkomitmen menanamkan rasa cinta sejarah pada generasi muda.
Kegiatan ini resmi dibuka oleh Edison, Staf Ahli Wali Kota Palembang Bidang Keuangan, Pendapatan Daerah, Hukum, dan HAM. Dalam sambutannya, ia menekankan betapa pentingnya momentum ini sebagai wahana pendidikan karakter kebangsaan di tengah generasi digital.
“Di tengah arus teknologi yang deras, anak-anak kita perlu pegangan. Salah satunya adalah mengenal sejarah dan pahlawannya melalui seni. Dengan cara ini, semangat kebangsaan tidak lagi sekadar kata-kata, tetapi tertanam dalam imajinasi mereka,” ujar Edison di hadapan peserta, guru pendamping, orang tua, serta tamu undangan.
Seiring gemuruh tepuk tangan yang meriah, Sekretaris Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Septa Marus, menambahkan museum saat ini tidak boleh lagi dipandang hanya sebagai gudang artefak tua.
“Museum harus menjadi ruang yang inklusif, terbuka, dan ramah bagi siapa saja. Di sinilah tempat anak-anak belajar, berkreasi, dan menumbuhkan rasa memiliki pada budayanya sendiri,” tutur Septa dengan semangat.
Tahun ini, panitia mencatat total 128 peserta yang terbagi dalam kategori SD, SMP, SMA hingga umum. Tidak hanya dari Palembang, beberapa peserta datang dari kabupaten tetangga dengan membawa orang tua, saudara, bahkan guru pembimbing. Sejak pagi, area halaman hingga lantai II Museum SMB II berubah menjadi studio seni raksasa.
Para peserta duduk bersila, ada yang di kursi, ada pula yang membentangkan kertas gambar di atas lantai marmer museum. Raut muka serius berpadu canda tawa anak-anak yang sesekali minta saran pada orang tua atau gurunya. Di samping arena lomba, panitia juga membuka workshop seni bertajuk “Portrait Oil on Canvas”.
Sebanyak 70 peserta yang terdiri dari pelajar, guru seni, hingga masyarakat umum mengikuti materi yang dibawakan oleh para pelukis profesional. Mereka belajar mengenal anatomi wajah, teknik mengolah cat minyak, memadukan warna kulit, hingga tips menjaga komposisi agar potret tetap proporsional.
Salah satu peserta workshop, Ibu Silva, yang sengaja datang bersama putrinya, mengaku sangat terkesan. “Saya baru tahu cara memilih gradasi warna kulit agar terlihat nyata. Dulu cuma bisa bikin sketsa pensil. Sekarang jadi tertarik mendalami teknik cat minyak,” ujarnya antusias.
Taufan Arifin, Ketua Panitia sekaligus salah satu juri lomba, mengungkapkan bahwa antusiasme peserta melebihi target awal. Bahkan, panitia sempat kewalahan karena banyak pendaftar baru datang mendadak di hari pelaksanaan.
“Banyak yang datang langsung berharap bisa mendaftar di tempat. Padahal, sistem online otomatis terkunci pada 28 Juni. Ini juga jadi pembelajaran. Kita ingin anak-anak belajar tentang disiplin waktu dan terbiasa dengan teknologi digital,” jelas Taufan.
Tidak sembarang coretan akan lolos menjadi juara. Lomba ini dinilai dengan standar profesional oleh tiga juri berpengalaman: Taufan Arifin, DR. A. Erwan Suryanegara, M.Sn., dan Joko Susilo. Penilaian meliputi kesamaan rupa dengan tokoh asli, komposisi, kebersihan, ketepatan teknik, serta ekspresi warna.
“Seni itu detil dan rasa. Satu garis yang salah bisa membuat ekspresi wajah berubah total. Karena itu, kami benar-benar teliti,” ungkap Taufan sambil menunjuk beberapa karya yang menarik perhatian.
M. Nasir, Ketua Dewan Kesenian Palembang, menyebut lomba ini sebagai ‘pintu awal’ memetakan potensi baru di bidang seni rupa.
“Di sini kita lihat bakat-bakat muda yang mungkin akan jadi pelukis besar nanti. Mereka bukan hanya meniru gambar, tapi belajar mengolah rasa hormat pada pahlawan dan sejarah kotanya,” kata Nasir.
Usai penjurian panjang dan diskusi alot, panitia akhirnya menetapkan nama-nama pemenang yang berhasil mencuri perhatian dewan juri. Berikut daftar lengkapnya:
Kategori Mewarnai SD (6–12 Tahun)
1. Fatimah Azzahra
2. Anggun Adelia Safitri
3. Alya Zalijah
Harapan: Zahra Nur Indah R., Alisya Mitfathul Janna, Floren Cataleya
Kategori Mewarnai SMP (13–15 Tahun)
1. Putri Nabila
2. Felicia Juliano
3. Nisa Elsyifa Kamila
Harapan: Nyayu Eka Winda K., Nadiva Aprillia, Alika Davina Putri
1. Adriansyah
2. Abdurrahman RH
3. Maradona
Harapan: Aira Umairah A., Almira, Rahmart Kurniawan
Raut haru terpancar dari wajah para pemenang, apalagi banyak di antara mereka yang baru pertama kali mengikuti lomba di tingkat kota. Tidak sedikit orang tua yang tampak bangga mengabadikan momen anaknya berpose bersama hasil karya.
Joko Susilo, Ketua Komite Seni Rupa DKP yang juga bertindak sebagai juri, berharap momentum ini tidak berhenti di Hari Jadi Kota Palembang.
“Kita sudah lihat sendiri semangatnya luar biasa. Kami dorong ini jadi agenda tahunan. Kalau bisa, skalanya diperluas hingga regional Sumatera Selatan,” tegasnya.
Baginya, lomba semacam ini bukan sekadar kompetisi, melainkan ruang pembelajaran, rekreasi, sekaligus sarana membangun karakter. “Biar anak-anak tidak hanya kenal gawai, tapi juga mengenal kanvas, warna, kuas, dan sejarah kotanya,” pungkasnya.
Lomba lukis dan mewarnai potret pahlawan di Museum SMB II bukan hanya selebrasi simbolik merayakan angka 1342 tahun Kota Palembang. Ia adalah simbol denyut kreatif yang terus berputar. Goresan-goresan kuas anak-anak itu mungkin sederhana, tetapi di baliknya tersimpan semangat untuk terus merawat ingatan sejarah, menanamkan kebanggaan pada leluhur, dan membangkitkan mimpi-mimpi baru dari tangan-tangan muda yang tak pernah berhenti menari di atas kanvas.
Di museum tua yang bersanding dengan Sungai Musi, ratusan karya hari itu menjadi saksi: bahwa sejarah tidak pernah benar-benar usang. Ia hidup di balik setiap warna yang ditorehkan dengan tulus, oleh generasi yang kelak akan menuliskan babak-babak baru untuk Palembang tercinta.**PJS)**