Terbongkarnya Gudang Sabu Jaringan Internasional di Gang Padang

Medan, 2 Agustus 2025 — Sore itu, langit Medan masih biru pucat ketika langkah-langkah cepat para anggota polisi berseragam preman menyusuri Gang Padang, sebuah lorong kecil di Lingkungan IV, Kelurahan Martubung, Kecamatan Medan Labuhan. Tak banyak warga menyadari bahwa momen itu akan menjadi sejarah baru dalam perburuan besar jaringan narkoba lintas negara: Indonesia–Thailand.

Dalam rumah berpagar rapat, dengan cat dinding kusam dan jendela tertutup rapat, polisi akhirnya menemukan lebih dari sekadar jejak kejahatan. Mereka membongkar sebuah tempat yang selama ini tampak biasa—namun menyimpan ancaman luar biasa bagi generasi bangsa.

Semua bermula dari informasi yang masuk ke Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumatera Utara. Warga sekitar curiga dengan aktivitas mencurigakan di rumah tersebut: banyak tamu tak dikenal, lalu-lalang kurir tanpa suara, dan aroma tajam yang terkadang menyelinap keluar dari celah jendela.

Tanpa membuang waktu, tim khusus Ditresnarkoba Polda Sumut yang dipimpin Kombes Jean Calvijn Simanjuntak segera menyusun rencana. Tanggal 28 Juli 2025 dipilih sebagai hari penggerebekan.

Pukul 17.00 WIB, rumah itu digedor. Di halaman, polisi langsung mengamankan seorang pria bertubuh tinggi berusia 32 tahun. Ia adalah RR, pemilik rumah. Dari penggeledahan awal, ditemukan 20 butir pil ekstasi berlogo Transformer dan dua cartridge vape mencurigakan di sakunya.

Diinterogasi cepat di tempat, RR akhirnya bicara. Suaranya lirih tapi jelas. Ia menunjuk ke dalam rumah dan mengaku bahwa masih ada narkoba lainnya di dalam. Tanpa menunggu, tim masuk ke rumah dan mengamankan dua pria lain: IS (45) yang diketahui sebagai pengedar dan FM (42) yang berperan sebagai kurir serta penjaga rumah.

Sebanyak 24 bungkus sabu dengan berat total 24 kilogram, dikemas dalam plastik teh Tiongkok. Tambahan 20 bungkus sabu seberat 2 kilogram, serta sekitar 39.650 butir ekstasi dalam berbagai bentuk dan logo: Transformer, Tesla, dan Mahkota.

Tak berhenti di situ, ditemukan pula 34 saset ‘happy water’ bermerek Nescafe yang ternyata mengandung Dipentilon dan Heroin, zat berbahaya yang belakangan populer di kalangan pengguna baru. Selain itu, terdapat 2.400 gram ketamin, 150 cartridge vape liquid yang mengandung Etomidate, serta beberapa handphone dan alat komunikasi.

“Sungguh luar biasa. Ini bukan sekadar peredaran lokal, ini jelas jaringan besar,” ujar Kombes Calvijn kepada wartawan saat konferensi pers, Sabtu (2/8/2025).

RR tidak menutupi peranannya. Ia mengaku, semua narkotika itu dikirim oleh seorang pria berinisial X, yang kini telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Yang mengejutkan, X sendiri dikendalikan oleh HS, warga asal Aceh yang kini berdomisili di Thailand.

Dalam pengakuannya, RR menyebut bahwa ia hanya berperan sebagai “penyimpan sementara” barang haram itu dan menerima upah sebesar Rp450 juta.

Pihak kepolisian meyakini, jaringan ini telah lama beroperasi dengan jalur terstruktur dari Thailand ke Aceh, lalu disebar ke Medan sebagai titik transit.

Dari luar, rumah di Gang Padang itu tak pernah mencurigakan. Tetangga mengenal RR sebagai orang pendiam, jarang bersosialisasi. Tapi belakangan, beberapa warga mulai melihat tanda-tanda aneh. Lampu rumah yang kerap menyala semalaman, aroma asing yang menyengat, hingga keberadaan tamu yang datang diam-diam dan pergi tanpa suara.

IS dan FM, dua tersangka lainnya, disebut-sebut berasal dari daerah berbeda, tapi tinggal bersama RR dalam rumah itu selama beberapa bulan terakhir.

FM, dalam pemeriksaan, mengaku hanya bertugas menjaga rumah dan mengantar paket atas perintah RR. Sementara IS, yang disebut sebagai pengedar aktif, mengaku sudah menjalankan peran itu selama hampir setahun.

Kini, ketiga tersangka telah ditahan dan dijerat dengan Pasal 114 ayat (2), Pasal 112 ayat (2), dan Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka menghadapi ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup, mengingat jumlah dan jenis narkotika yang disita.

“Ini peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba bermain-main dengan narkoba. Kami tidak akan kompromi,” tegas Kombes Calvijn.

Kasus ini bukan hanya soal pelanggaran hukum. Ini adalah potret nyata bagaimana jaringan narkotika internasional telah menyusup ke ruang-ruang sunyi di tengah permukiman kota. Bagaimana seorang warga biasa, yang hanya ingin hidup nyaman, akhirnya tergoda untuk menukar moral dan masa depan dengan uang tunai ratusan juta rupiah.

Dan bagaimana, sekali lagi, aparat penegak hukum harus melangkah cepat dan tegas demi menyelamatkan generasi bangsa dari kehancuran narkotika.(Rill).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

WARNING: DILARANG COPAS