“Membangun Kompetensi, Integritas, dan Perlindungan Hukum bagi Jurnalis Media Siber di Nusantara”
PELALAWAN, RIAU – Di sudut ruang aula yang dipenuhi cahaya matahari senja, di sana tergelar harapan bagi para jurnalis yang berjuang tanpa nama besar, tanpa organisasi prestisius yang memayungi. Mereka, para wartawan siber yang kerap dianggap ‘abal-abal’, kini menemukan pelindung dalam sosok Pro Jurnalismedia Siber (PJS). Di sinilah cerita baru dimulai, cerita tentang keberanian, tentang perjuangan mendapatkan pengakuan yang layak di dunia jurnalistik.
Ketua DPD PJS Provinsi Riau, Ir. Yanto Budiman Situmeang, dengan suara yang tegas namun bersahaja, menyampaikan kisah di balik lahirnya PJS. “PJS adalah rumah, tempat bagi mereka yang selama ini tak terwadahi, mereka yang berjalan sendiri di tengah hiruk-pikuk dunia media digital. Kini, kami hadir untuk menguatkan suara-suara yang sempat tersembunyi.”
Dalam pelatihan jurnalistik yang digelar PJS di aula Dinas Perizinan Kabupaten Pelalawan, Yanto memaparkan betapa pentingnya peran PJS sebagai benteng terakhir bagi jurnalis media siber yang kerap terabaikan. “Dengan PJS, mereka tak lagi sendirian. Kami memberikan payung hukum, melindungi mereka dari anggapan miring, dan menjadikan mereka bagian dari dunia jurnalistik yang resmi.”
Tak hanya bicara, langkah nyata PJS telah melangkah jauh. Di bawah kepemimpinan Yanto, organisasi ini tumbuh pesat, mengakar di 28 provinsi Indonesia. Lebih dari sekadar organisasi, PJS bergerak ke arah yang lebih besar, merancang pendaftaran sebagai konstituen Dewan Pers, walau jalan yang ditempuh tidaklah mudah. “Kami tahu ini perjalanan panjang. Tapi dengan tekad dan keyakinan, kami akan sampai,” ujar Yanto penuh harapan.
Ketua DPC PJS Pelalawan, Pranseda Simanjuntak, SH, menyuarakan misi pelatihan ini. “Banyak wartawan yang takut menghadapi Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Lewat pelatihan ini, kami memberi mereka senjata—ilmu, pemahaman, dan keyakinan diri—agar mereka siap menghadapi tantangan yang ada.”
Dalam setiap kata, ada impian yang mengakar kuat. Mahmud Marhaba, Ketua Umum DPP PJS, menegaskan bahwa PJS lahir bukan hanya untuk menguatkan kompetensi jurnalistik, tetapi juga untuk menjaga para jurnalis dari ancaman kriminalisasi. “Kami di sini untuk melindungi karya mereka, untuk memastikan bahwa setiap tulisan yang mereka lahirkan dihargai, bukan dijadikan alat untuk menjatuhkan mereka,” ujarnya dengan penuh tekad.
Pelatihan ini tidak hanya bicara soal teknik menulis berita, tetapi juga tentang Etika Jurnalistik dan Hukum Pers, yang disampaikan langsung oleh Mahmud. “Kami ingin jurnalis kita bukan hanya pandai menulis, tetapi juga tahu apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka. Setiap dua minggu, kami akan hadir dengan materi yang kaya, disertai e-book sebagai pegangan mereka.”
Tidak kalah penting, sesi Etika dan Teknik Wawancara yang dibawakan oleh Yanto Budiman memberikan fondasi kuat tentang bagaimana seorang wartawan harus berperan dalam mencari kebenaran. “Ini bukan sekadar mencari berita, tapi ini soal tanggung jawab moral pada masyarakat,” katanya, penuh makna.
Di penghujung hari, Husni Tamrin, SH, Ketua Dewan Pembina DPD PJS Riau, dengan penuh kebanggaan membuka pelatihan ini. “Langkah ini adalah awal dari sebuah revolusi jurnalisme di Pelalawan. Saya bangga, bukan hanya karena kita memulai sesuatu yang besar, tetapi karena kita melangkah dengan keyakinan bahwa kita bisa menghasilkan wartawan-wartawan yang berkualitas dan berintegritas.”
Dunia jurnalistik di era digital membutuhkan keberanian dan perlindungan, dua hal yang menjadi misi utama PJS. Di tengah derasnya arus informasi, PJS hadir sebagai pelindung, memastikan bahwa suara-suara wartawan siber yang selama ini terpinggirkan, kini memiliki panggung untuk bersinar.
Dengan komitmen yang kokoh, PJS bukan hanya sekadar organisasi, tetapi pelita yang menyinari jalan panjang para jurnalis siber menuju masa depan yang lebih cerah.***
