Meniti Persaudaraan di Tanah Perantauan: 5 Tahun Ikatan Baraya Sunda OKI-Sumsel Bertahan dengan Doa dan Air Mata

5 Tahun Ikatan Baraya Sunda OKI-Sumsel Bertahan dengan Doa dan Air Mata

Ogan Komering Ilir — Dalam balutan haru, doa, dan semangat kebersamaan, Ikatan Baraya Sunda (IBS) OKI Sumsel menandai lima tahun perjalanannya pada Kamis, 3 Juli 2025. Peringatan Milad ke-5 ini berlangsung di halaman rumah salah satu pengurus, Ibu Ai Rohaeti, di kawasan Kedaton, Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.

Dengan mengusung tema “Lima Tahun Meniti Jalan Berliku dengan Hati yang Satu”, perayaan milad kali ini menjadi momen refleksi atas dinamika organisasi yang dibangun dengan landasan kekeluargaan, kebersamaan, perjuangan, dan tekad menjaga budaya Sunda di tanah rantau.

Sejak diresmikan pada 2 Juni 2020, IBS OKI Sumsel tumbuh sebagai rumah bagi para perantau Sunda yang merantau ke wilayah OKI dan Ogan Ilir. Organisasi ini tidak hanya menjadi ruang silaturahmi, tetapi juga benteng solidaritas bagi mereka yang berjuang menafkahi keluarga, membangun karier, dan mengokohkan identitas di tanah orang.

Banyak di antara anggota Baraya Sunda adalah pekerja keras di berbagai sektor, mulai dari petani, pedagang, pegawai, hingga buruh yang merajut mimpi di perantauan. Kebersamaan inilah yang menjadi modal utama organisasi untuk terus berdiri di tengah gelombang tantangan zaman.

Namun, perjalanan lima tahun tentu bukan tanpa ujian. Dalam sambutannya, Ketua IBS OKI Sumsel, Agus Susanto — akrab disapa Babeh — mengulas kembali suka-duka organisasi, terutama kehilangan sejumlah tokoh penting yang berjasa besar di awal pendirian IBS.

Di hadapan anggota, simpatisan, serta para tamu undangan, Babeh menyebut empat nama yang kini hanya tinggal nama namun meninggalkan teladan:

1. Alm. Ruslan bin H. Muhammad Hidayat, wafat 31 Juli 2021

2. Alm. Nanang Taruna Jiwa, wafat 24 Oktober 2024

3. Alm. Ahmad Arifin, wafat 12 Februari 2025

4. Alm. Kasman bin Sumardi (Abah Emon), wafat 12 Mei 2025

Keempat sosok itu dipandang sebagai pionir yang mewarnai sejarah IBS. Dalam suasana hening, nama-nama tersebut diiringi doa dan tetes air mata, simbol ketulusan sekaligus pengingat bahwa persaudaraan ini berdiri di atas pengorbanan banyak orang.

“Perpecahan bukanlah jalan. Kita harus merangkul kembali yang sempat menjauh, merapatkan barisan, dan menatap ke depan dengan hati yang ikhlas,” tegas Babeh dalam sambutannya.

Perjalanan IBS OKI Sumsel tidak selalu mulus. Di balik senyum kebersamaan, organisasi ini sempat diterpa dinamika internal, mulai dari perbedaan pendapat, Musyawarah Luar Biasa (MLB) yang memanas, hingga ancaman perpecahan. Namun, semangat “Baraya” — yang berarti saudara — menjadi tali yang selalu menarik kembali mereka yang sempat menjauh.

Semangat untuk merajut kembali benang persaudaraan pun menguat di momentum Milad ke-5 ini. Para tokoh penggerak IBS sepakat untuk meletakkan ego masing-masing, kembali ke tujuan awal organisasi: merangkul, bukan memukul; menguatkan, bukan memisahkan.

Peringatan milad semakin bermakna dengan kehadiran Ketua Ikatan Keluarga Minang (IKM) Kabupaten OKI, Darmawi, S.IP, yang datang sebagai tamu kehormatan. Dalam sambutannya, Darmawi menegaskan bahwa organisasi perantau seperti IKM maupun IBS berdiri bukan karena pamrih materi.

“Mengurus organisasi seperti ini bukan perkara mudah. Banyak luka, banyak tantangan. Kita jalani bukan karena gaji, tapi karena hati. Karena di tanah rantau ini, kita butuh rumah, meski bukan rumah berdinding bata, tapi rumah hati,” ungkap Darmawi disambut tepuk tangan hadirin.

Ia juga berpesan agar generasi muda Sunda dan Minang di OKI tidak apatis. Keberadaan organisasi perantau harus dipandang sebagai jembatan, bukan beban. “Suatu saat saudara kita yang belum peduli pasti akan sadar bahwa organisasi ini bermanfaat,” tambahnya.

Bagi IBS, Milad ke-5 ini adalah momentum penting untuk mengevaluasi diri. Mereka sadar tantangan ke depan semakin kompleks. Perkembangan teknologi, arus urbanisasi, hingga kecenderungan generasi muda yang mulai renggang dari budaya leluhur menjadi tantangan nyata.

Karena itulah, IBS OKI Sumsel menegaskan komitmennya untuk tidak hanya menjadi wadah silaturahmi, tapi juga pusat pelestarian budaya. Mulai dari pelatihan seni tari, musik Sunda, hingga pengajian rutin dan program sosial akan terus dihidupkan agar semangat Baraya tetap membumi.

Kegiatan milad juga diisi dengan Tausiyah dan doa bersama yang dipimpin oleh Ustadz Anton Sarjawa. Dalam tausiyahnya, Ustadz Anton mengingatkan pentingnya menjaga silaturahmi di era penuh perpecahan ini.

“Persaudaraan itu tidak hanya di bibir. Ia harus hidup di hati, terwujud dalam perbuatan. Baraya ini, insyaAllah, adalah salah satu ikhtiar kita merawat persatuan,” tuturnya.

Milad ini pun menjadi ajang reuni kecil. Para anggota dan keluarga besar IBS OKI Sumsel dari berbagai penjuru OKI dan Ogan Ilir berdatangan, saling bertukar kabar, menegaskan kembali rasa memiliki satu sama lain. Suasana penuh keakraban terlihat saat hidangan tradisional Sunda disajikan, canda tawa melebur dengan air mata kerinduan akan kampung halaman.

“Baraya bukan hanya nama. Ia adalah rasa, suara, dan jiwa yang satu. Mari kita jaga dan rawat bersama,” pungkas Babeh menutup rangkaian acara, dengan suara bergetar menahan haru.

Di tengah modernisasi yang kerap memecah belah, kehadiran organisasi seperti Ikatan Baraya Sunda OKI Sumsel menjadi bukti bahwa semangat gotong royong, persaudaraan, dan pelestarian budaya tidak boleh luntur.

Lima tahun mungkin baru seumur jagung, tetapi di baliknya ada perjuangan, air mata, tawa, dan doa. Di pundak para pengurus, anggota, dan simpatisan IBS-lah masa depan organisasi ini akan terus menyala.

Selamat Milad ke-5, Ikatan Baraya Sunda OKI Sumsel. Teruslah menjadi pelita di tengah kegelapan zaman, jembatan dalam perbedaan, dan rumah hangat bagi setiap hati yang merindu kampung halaman.***(PJS)***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses