JAKARTA — Penyelenggaraan ibadah haji 2025 mencatatkan sejarah baru dalam tata kelola layanan jemaah haji Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Agama RI resmi menerapkan tiga langkah transformasi besar, yakni transparansi data jemaah haji khusus, efisiensi penggunaan dana haji, serta sistem multi syarikah untuk memecah monopoli layanan di Arab Saudi.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, menegaskan bahwa perubahan ini bukan hanya perbaikan prosedur, tetapi reformasi menyeluruh yang akan memastikan pengelolaan haji lebih transparan, adil, dan terbuka bagi publik.
Terbuka untuk Publik: Daftar Nama Jemaah Haji Khusus
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, daftar nama jemaah haji khusus yang berhak melunasi biaya perjalanan haji dipublikasikan secara terbuka, layaknya jemaah reguler. Data tersebut mulai dirilis sejak 23 Januari 2025, memungkinkan siapa pun untuk mengakses informasi tanpa sekat.
“Ini komitmen nyata kami agar layanan haji makin transparan dan akuntabel,” ujar Hilman Latief dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (6/7/2025). Total, sebanyak 16.305 jemaah haji khusus sudah melunasi biaya dalam dua tahap. Setelah masa pelunasan berakhir, daftar nama jemaah yang telah melunasi diumumkan ke publik sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Dana Lebih Efisien, Layanan Tetap Maksimal
Transformasi kedua terletak pada efisiensi biaya haji. Rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2025 ditetapkan sebesar Rp89,41 juta per jemaah, turun sekitar Rp4 juta dibanding tahun lalu. Nilai manfaat yang digunakan pun lebih hemat, yaitu Rp33,97 juta, turun dari Rp37,36 juta pada 2024.
Meski demikian, pelayanan jemaah tetap prima, bahkan ada peningkatan fasilitas makan dan akomodasi. “Setiap jemaah mendapat jatah tiga kali makan per hari selama di Makkah, total 127 kali makan,” jelas Hilman. Presiden RI Prabowo Subianto juga menaruh perhatian serius agar biaya haji terjaga tanpa mengurangi kualitas.
Sistem Multi Syarikah: Akhiri Monopoli Layanan
Langkah ketiga yang menjadi sorotan adalah penerapan skema multi syarikah dengan menggandeng delapan penyedia layanan di Arab Saudi, menggantikan sistem tunggal yang rentan monopoli. Mitra baru pemerintah di antaranya Rakeen Mashariq, Al Rifadah, dan MCDC, diharapkan memacu persaingan sehat demi layanan yang lebih baik.
Meski sempat muncul kendala teknis pada pengaturan kloter, koordinasi intensif antara Pemerintah Indonesia dan Kementerian Haji Arab Saudi berhasil mengatasinya. Wakil Menteri Haji Arab Saudi, Abdul Fattah Mashat, bahkan memuji kesuksesan Indonesia dalam melayani jutaan jemaah dengan lebih tertib dan terorganisir.
“Kami ucapkan selamat kepada jemaah Indonesia, pelaksanaan haji tahun ini berjalan sangat sukses,” ungkap Mashat saat meninjau Daker Makkah.
Hingga saat ini, 168.007 jemaah telah kembali ke Indonesia dalam 432 kelompok terbang. Sementara 93 kloter masih berada di Madinah dan akan dipulangkan secara bertahap hingga 10 Juli 2025 mendatang.
Dengan tiga terobosan ini, pemerintah optimistis tata kelola haji Indonesia akan semakin inklusif dan berkeadilan. “Haji bukan kemewahan segelintir orang. Ini hak setiap muslim yang mampu. Dengan transparansi dan efisiensi, kami pastikan keadilan itu terjaga,” pungkas Hilman Latief.***(PJS)***