Edi Hardum, Minta Polres Manggarai Keluarkan SP3 Kasus Dugaan Kampanye Hitam yang Dilakukan Maksi Ngkeros


12 shares

 

Ruteng, NTT//SI.com– Pernyataan Maksi Ngkeros saat kampanye terbuka ajak warga Rampa Sasa, Kecamatan Wae Ri’i untuk tidak memilih Hery Nabit (Calon Bupati Manggarai nomor urut 2) “karena telah menghancurkan Manggarai dinilai bukan masuk dalam kategori kampanye hitam (black campaign). Pernyataan Maksi Ngkeros tersebut masuk dalam kategori kampanye negative (negative campaign).

“Kampanye negative sah-sah saja dalam politik dan dibenarkan secara hukum,” kata pengamat hukum Dr. Edi Hardum, SH, MH.

Edi mengatakan itu pada Jumat (25/10/2024) ketika diminta pendapatnya mengenai kasus yang diduga melakukan kampanye hitam oleh Maksi Ngkeros saat kampanye terbuka ajak warga Rampa Sasa beberapa waktu lalu.

Menurut Edi, kata “menghancurkan” Manggarai jangan dimaknai secara denotative, tetapi juga secara konotatif/asosiatif. Artinya banyak fakta yang bisa dijadikan dasar peryataan Maksi Ngkros tersebut. Antara lain, pertama, Hery Nabit membangkang terhadap putusan pengadilan soal gugatan ASN yang telah dipecat Nabit, dimana para ASN gugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan PTUN mengabulkan gugatan mereka dimana Nabit diperintahkan agar kembalikan jabatan para ASN ke jabatan semula. Namun, Nabit tidak melakukannya. Perbuatan Nabit seperti ini bisa digolongkan sebagai perbuatan yang “menghancurkan Manggarai”.

“Orang Manggarai di mana pun berada atau semua orang Indonesia tentu hatinya hancur karena ada pejabat negara yang bangkang terhadap putusan hakim,” kata Edi.

Kedua, dalam perekrutan aparat desa di beberapa desa di Kecamatan Reok Barat, di mana camat Reok Barat yang merupakan anak buah Nabit meluluskan orang yang tidak lulus dalam test dan mentidakluluskan orang yang lulus dalam test.

“Perbuatan sang camat sudah diadukan kepada Nabit melalui Sekda, namun Nabit tidak berbuat sesuatu atau tidak menindak sang camat. Itu perbuatan menghacurkan Manggarai secara konotatif,” tegas Edi Hardum

Baca juga:  KSB GEMARLAB Hadir dan Ucapkan Selamat Atas Perpanjangan Masa Jabatan Kades PALI

Edi juga menegaskan, dua kasus tersebut di atas merupakan sebagian tindakan Nabit yang bisa digolong mengancurkan Manggarai dalam arti yang konotatif atau asosiatif.

Edi menjelaskan, dalam UU Nomor 7 / 2017 tentang Pemilu tidak secara eksplisit mengatur soal kampanye hitam atau black campaign.

Bunyi Pasal 280 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur tentang larangan dalam kampanye, yaitu pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: (a) mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b) melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (c) menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain; (d) menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat; (e) mengganggu ketertiban umum; (f) mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu yang lain; (g) merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu; (f) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan; (i) membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan; dan (j) menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.

Dari bunyi pasal tersebut, kata Edi, kata-kata Maksi Ngkeros tidak termasuk dalam kategori kampanye hitam. “Kalau dikatakan menghina juga tidak masuk, karena memang tindakan Nabit yang salah selama ini.

“Kita harus kritisi dan ingatkan masyarakat agar jangan pilih orang yang salah,” kata advokat dari kantor Hukum “Edi Hardum dan Rekan” ini.

Menurut Edi, hampir semua pakar Ilmu Hukum Pidana berpendapat bahwa dalam hukum kepemiluan, kampanye negatif diizinkan, sedangkan kampanye hitam dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana tertuang di dalam Pasal 280 ayat (1) huruf c dan Pasal 521 UU Pemilu.

Baca juga:  Diduga Sisa Material Proyek Menutupi Drainase, Air Hujan Meluap ke Jalan dan ke Sejumlah Rumah Warga di St. Klaus

Jika kampanye negatif dilakukan dengan menunjukkan kelemahan dan kesalahan pihak lawan politik, maka kampanye hitam adalah menuduh pihak lawan dengan tuduhan palsu.

Kampanye negative, kata pengajar Ilmu Hukum Pidana ini, berguna membantu pemilih membuat keputusannya.

“Saya minta Maksi Ngkeros tunjukan semua data kesalahan Nabit serta janji-janjinya yang tidak dilaksanakan sebagai dasar pernyataan Maksi soal Nabit menghancurkan Manggarai,” kata Edi.

Edi meyayangkan, kasus dugaan kampanye hitam dengan terlapor Maksi naik ke penyidikan. Menurut Edi, Gakkumdu Manggarai juga memakai KUHAP sebagai hukum acara dalam menyelidiki kasus tersebut. Dalam KUHAP ditegaskan minimal dua alat bukti sebuah kasus naik ke penyidikan.

“Apa ya bukti mereka ? Apa mereka sudah minta pendapat pidana soal kata-kata tersebut ? Saya minta kuasa hukum tim Maksi lawan secara hukum”, pinta Edi Hardum

Edi meminta Polres Manggarai agar stop menyidik kasus tersebut sebab kasus itu tidak masuk sebagai kampanye hitam.

“Polisi jangan sampai terkesan menerima pesanan dari pasangan calon tertentu. Keluarkan SP3 atas kasus tersebut”, tutup Edi Hardum

Editor : Dody Pan


Like it? Share with your friends!

12 shares

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Seeet✋, Tidak boleh Copas, Izin dulu pada yg punya Media.🤛🤛👊