Camat dan PMD dicatut Dalam Pemberitaan Desa Raja Barat. Ini Klarifikasi Mereka

Tanah Abang PALI – 4 Agustus 2025 —Menanggapi viralnya pemberitaan di beberapa media online yang menyebutkan Pemerintah Kecamatan Tanah Abang dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) terkait dugaan laporan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Raja Barat tentang Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Pemerintah Desa, Camat Tanah Abang angkat bicara dan meluruskan informasi tersebut.

Dalam wawancara dengan awak media ini, Senin (4/8/2025), Plt Camat Tanah Abang dengan tegas menyatakan bahwa hingga saat ini, tidak ada laporan resmi ataupun surat masuk dari BPD Raja Barat ke Pemerintah Kecamatan terkait persoalan SPJ.

“Memang pihak BPD Raja Barat pernah datang dan berkoordinasi. Tapi bukan dalam bentuk pelaporan resmi, dan mereka pun tidak menyampaikan surat tertulis ke kami. Kami sudah sarankan agar BPD dan Pemdes jalin komunikasi yang baik. Karena BPD adalah mitra pemerintah desa.”ujar Camat Tanah Abang.

Lebih lanjut, Camat menyesalkan adanya pemberitaan dari sejumlah media yang menurutnya tidak mengindahkan prinsip jurnalisme dengan tidak melakukan konfirmasi kepada pihak kecamatan sebelum berita diterbitkan.

“Kami menghargai kebebasan pers, tapi seharusnya media juga menjalankan tugas secara profesional, melakukan konfirmasi sebelum mempublikasikan informasi agar tidak menyesatkan opini publik,” imbuhnya.

Ditambahkan H, Darmawan, SH, Peran dan Kewenangan BPD Berdasarkan Peraturan Secara normatif, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki fungsi strategis dalam pemerintahan desa, yaitu:

1. Membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa,

2. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa,

3. Melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa. Hal ini diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Namun, dalam hal pengawasan seperti pemeriksaan terhadap dokumen keuangan desa, termasuk SPJ, BPD tidak memiliki kewenangan untuk meminta atau mengakses dokumen tersebut secara langsung, kecuali melalui prosedur resmi. Hal ini ditegaskan pula dalam Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa, yang menyebutkan bahwa BPD hanya dapat melakukan pengawasan secara umum terhadap pelaksanaan pemerintahan desa, bukan melakukan audit ataupun pemeriksaan administrasi keuangan secara teknis.

Dalam konteks pengawasan anggaran, jika BPD menemukan indikasi penyimpangan, mereka dapat menyampaikan rekomendasi secara tertulis kepada Kepala Desa,

Melaporkan secara resmi kepada instansi yang berwenang, seperti Inspektorat atau Dinas PMD, bukan ke media secara langsung tanpa dasar hukum dan administrasi yang kuat.

Sementara itu, Kepala Dinas PMD Kabupaten PALI, Edy Irwan, SE, M.Si., saat dikonfirmasi menyampaikan bahwa memang benar pernah ada pertemuan informal antara anggota BPD Raja Barat dengan pihaknya. Namun, tidak ada pembahasan ataupun pengajuan resmi terkait dokumen SPJ.

“Kalau ada dokumen yang memang mereka butuhkan dan berhak untuk mendapatkannya, kami persilakan ajukan permintaan secara tertulis, resmi, dan sesuai aturan yang berlaku. Begitu pun jika ada hal yang ingin dilaporkan, harus ada dasar hukum, kronologi, dan bukti,” ujar Edy Irwan.

Beliau juga menyampaikan, pihaknya akan memanggil Pemerintah desa dan BPD untuk melakukan klarifikasi agar permasalahan ini tidak melebar dan menjadi polemik di tengah masyarakat.

“Kami ingin semua pihak memahami peran dan fungsinya. BPD bukan lembaga audit, dan Pemerintah Desa juga harus terbuka. Jika komunikasi berjalan baik, semua akan kondusif,” tutupnya.

Pada Kamis 1 Agustus 2025, Ketua BPD Raja Barat, Ngadimin mengakui ada wartawan mendatangi nya ke rumah mempertanyakan SPJ dan lain-lain. Kepada awak media ini dia mengaku tidak bermaksud membuat gaduh antara BPD dengan Pemerintah Desa Raja Barat. Dan dirinya menegaskan bahwa pihaknya tidak membuat pernyataan seperti di berita yang seakan pemerintah desa dan BPD tidak sejalan. Dan dia pun menyesalkan pihak media yang terkesan mengadu domba BPD dengan Pemdes.

Permasalahan yang muncul akibat miskomunikasi ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya tata kelola pemerintahan desa yang terbuka dan berbasis prosedur hukum. Semua pihak baik BPD, Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan, maupun Dinas terkait harus bersinergi sesuai kewenangan masing-masing, tanpa saling tumpang tindih.(35).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

WARNING: DILARANG COPAS