Sandiaga Uno Pacu Desa Mandiri Lewat OVOP dan Desa EMAS

JAKARTA — Mimpi membangun kemandirian ekonomi desa kini bukan sekadar slogan. Lewat program Desa EMAS (Desa Ekonomi Maju dan Sejahtera), Yayasan Inovasi Teknologi Indonesia (INOTEK) bersama Yayasan Indonesia Setara dan pemerintah daerah menyalakan harapan baru di pelosok Indonesia.

Program ini mengusung konsep One Village One Product (OVOP), yaitu satu desa fokus pada satu produk unggulan berbasis potensi lokal. Dengan cara ini, desa tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah, tetapi juga produsen produk bernilai tambah yang siap menembus pasar nasional bahkan global.

Tahun ini, Desa EMAS memasuki angkatan kedua dan difokuskan ke dua kabupaten yang cukup lama bergelut dengan kemiskinan dan pengangguran: Karawang (Jawa Barat) dan Magelang (Jawa Tengah). Data terbaru mencatat, Karawang memiliki Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 8,04% atau sekitar 100 ribu orang. Tingkat kemiskinannya mencapai 7,86%. Sementara Magelang, dengan potensi alam melimpah, justru masih mencatat angka kemiskinan hingga 10,83% atau sekitar 143.800 jiwa.

Padahal, kedua daerah ini kaya sumber daya. Karawang terkenal sebagai lumbung padi nasional, juga buah dan sayur melimpah. Magelang memiliki kopi, kentang, kesemek, tomat, singkong—semua komoditas potensial yang selama ini banyak dijual mentah dengan nilai jual rendah.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang juga Pendiri Yayasan Indonesia Setara, Sandiaga Uno, menegaskan pentingnya mengubah pola lama.

“Akar kekuatan ekonomi bangsa itu ada di desa. Kalau SDM desa kuat, punya skill, paham hilirisasi produk lokal, maka desa bisa mandiri, lapangan kerja terbuka, kesejahteraan pun naik,” kata Sandiaga, Kamis (17/7/2025).

Untuk mewujudkan itu, Desa EMAS tak hanya bicara wacana. Lewat kerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), program ini memberi pendampingan teknis, pelatihan manajemen usaha, strategi branding, pemasaran digital, hingga literasi keuangan.

Sebanyak 20 kelompok usaha desa dilatih langsung periset BRIN untuk mengolah hasil kebun desa menjadi produk turunan bernilai tinggi. Daun kopi diolah jadi teh herbal, buah kesemek jadi selai dan permen jelly, tomat diolah jadi sirup, bawang dijadikan pasta, hingga limbah kopi pun disulap jadi pupuk dan bahan kosmetik.

Direktur Eksekutif Yayasan INOTEK, Ivi Anggraeni, berharap gerakan ini menjalar luas ke desa-desa lain melalui para alumni program yang menjadi agen perubahan di komunitasnya.

“Targetnya, mereka tak hanya sukses sendiri, tapi juga berbagi ilmu dengan warga lain. Dari situ tumbuh ekosistem wirausaha desa yang solid,” jelas Ivi.

Langkah ini menjadi jawaban atas tantangan kemiskinan struktural di desa yang selama ini terjebak menjual bahan mentah. Hilirisasi produk dan pengetahuan digital diharapkan menjadi senjata baru untuk memotong rantai tengkulak dan meningkatkan daya tawar petani.

Bagi Sandiaga, desa bukan sekadar halaman belakang kota, tetapi halaman depan Indonesia. Dengan program Desa EMAS dan pendekatan OVOP, potensi lokal diasah, dikelola, dan dimaksimalkan.

Lewat kolaborasi lintas pihak, dari pemerintah, yayasan, periset, hingga masyarakat desa itu sendiri, model Desa EMAS membuka peluang untuk direplikasi di ribuan desa lainnya. Cita-citanya jelas: desa maju, mandiri, dan sejahtera—dari desa untuk Indonesia.(Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

WARNING: DILARANG COPAS