SPANDUKMEDIASHOLAWAT_copy_2456x491-2048x409.jpg SPANDUKMEDIAKOLABORATIF_copy_2456x516-2048x430.jpg

Makna Sejati Hari Pers Nasional: Refleksi atas Peran dan Tanggung Jawab Jurnalistik


10 shares

Oleh: Eddi Saputra, C.IJ

Setiap tanggal 9 Februari, insan pers di seluruh Indonesia memperingati Hari Pers Nasional (HPN). Namun, apakah peringatan ini hanya sekadar seremoni penuh kemeriahan? Atau lebih dari itu, sebagai momentum refleksi atas peran pers yang sesungguhnya?

Sejatinya, Hari Pers Nasional bukan hanya seremoni tahunan yang menghabiskan anggaran semata, melainkan sebuah peringatan akan tanggung jawab moral dan profesional para jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Pers bukan sekadar profesi, melainkan panggilan untuk mengabdi kepada masyarakat dengan menyampaikan informasi yang akurat, berimbang, dan bertanggung jawab.

Menurut Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985, Hari Pers Nasional ditetapkan sebagai bentuk penghormatan terhadap peran pers dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keputusan ini menegaskan bahwa pers memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan demokrasi, termasuk sebagai pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Sementara itu, Dewan Pers sebagai lembaga independen yang mengatur kehidupan pers di Indonesia menetapkan bahwa pers harus bekerja sesuai dengan prinsip kemerdekaan, tanggung jawab, dan profesionalisme sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam regulasi ini, pers memiliki peran sebagai kontrol sosial yang bebas dari intervensi politik dan ekonomi, serta berfungsi untuk menyampaikan informasi yang benar kepada publik.

Selain regulasi pemerintah, insan pers wajib berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Kode etik ini mengatur bagaimana wartawan menjalankan tugasnya dengan penuh integritas, di antaranya:

1. Akurat dan Berimbang – Jurnalis wajib menyajikan informasi yang benar dan tidak menyesatkan.

2. Independen – Pers tidak boleh terpengaruh oleh kepentingan pihak tertentu, termasuk politik dan bisnis.

3. Tidak Mencemarkan Nama Baik – Pers harus menghindari berita yang bersifat fitnah atau provokatif.

Baca juga:  Vonis Ringan dalam Kasus Korupsi Tambang Timah: Kemunduran Pemberantasan Korupsi di Indonesia

4. Menjunjung Hak Asasi Manusia – Pers harus menghormati hak privasi dan tidak menyebarkan kebencian.

Kode etik ini bukan sekadar aturan tertulis, tetapi menjadi ruh dari profesi jurnalis dalam menjaga marwah pers yang sesungguhnya.

Di antara sekian banyak profesi yang mengaku sebagai abdi negara, pers adalah satu-satunya profesi yang benar-benar mengabdi kepada bangsa tanpa bergantung pada anggaran negara.

Jurnalis bekerja tanpa gaji dari negara.

Jurnalis tetap berdiri tegak sebagai pengawas independen terhadap jalannya pemerintahan.

Justru, peran pers sering kali menjadi “penjaga demokrasi” yang mengungkap berbagai kasus korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan kebijakan yang tidak pro-rakyat. Dalam hal ini, pers adalah pilar yang memastikan negara berjalan di atas rel yang benar, bukan alat propaganda penguasa.

Maka, dalam setiap peringatan Hari Pers Nasional, sudah sepatutnya kita tidak sekadar merayakan dengan pesta pora atau sekadar seremoni seremonial yang menghabiskan anggaran. Yang lebih penting adalah bagaimana insan pers bisa terus meningkatkan kualitas jurnalisme, tetap independen, dan menjadi mitra kritis bagi masyarakat.

Hari Pers Nasional adalah momentum kembali ke khittah jurnalistik yang sejati – bekerja untuk kebenaran, menjaga independensi, dan terus mengabdi demi kepentingan publik. Karena pers bukan sekadar profesi, melainkan panggilan jiwa untuk menjaga demokrasi dan menegakkan keadilan.

Salam Jurnalisme!


Like it? Share with your friends!

10 shares

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WARNING: DILARANG COPAS