Wartawan dan Pejabat, Antara Kemitraan dan Persepsi Negatif


Opini: ditulis oleh Eddi Saputra, C.IJ

Dalam dinamika kerja jurnalistik, wartawan kerap menghadapi tantangan yang tidak mudah, terutama ketika tugas menggali informasi justru mendapat respons negatif dari sebagian pejabat, baik di lingkup negara maupun swasta. Padahal, wartawan memiliki peran penting sebagai kontrol sosial yang keberadaannya telah diakui dan dilindungi oleh undang-undang.

Sejatinya, wartawan adalah pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Perjuangan mereka untuk masyarakat dilakukan tanpa pamrih, dengan semangat menyuarakan kebenaran dan memberikan informasi yang akurat kepada publik. Sayangnya, stigma negatif sering melekat pada profesi wartawan, terutama dari mereka yang kurang memahami tugas dan tanggung jawab jurnalistik.

Sebagian masyarakat bahkan menganggap wartawan hanya mencari kesalahan atau kelemahan pejabat. Padahal, peran wartawan justru sangat mulia: memastikan transparansi, akuntabilitas, dan kebenaran informasi demi kepentingan umum.

Wartawan profesional adalah mereka yang bekerja berdasarkan kode etik jurnalistik, menjaga integritas, dan menyampaikan informasi yang berimbang serta akurat. Mereka tidak akan memanipulasi fakta atau menggunakan profesinya untuk kepentingan pribadi. Di sisi lain, pejabat publik, baik negara maupun swasta, seharusnya memahami tugas wartawan dan menghormati kerja jurnalistik yang dilindungi oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pejabat yang Alergi Terhadap Wartawan
Namun, realitasnya tidak sedikit pejabat yang justru bersikap antipati terhadap wartawan. Sikap takut, alergi, atau bahkan benci kepada wartawan sering kali menjadi indikasi adanya sesuatu yang disembunyikan. Pejabat yang transparan dan bersih tidak akan merasa terancam oleh wartawan, bahkan justru menjadikan mereka mitra strategis dalam menyampaikan kinerja kepada masyarakat.

Kemitraan antara wartawan dan pejabat idealnya bersifat mutualistis. Wartawan membutuhkan informasi untuk disampaikan kepada masyarakat, sementara pejabat dapat memanfaatkan media sebagai sarana publikasi kinerja mereka. Namun, sering kali hubungan ini dianggap merugikan pejabat, padahal transparansi dan akuntabilitas justru memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi mereka.

Baca juga:  Definisi atau Istilah Tingkat Berpikir Politik, Hukum, Agama dan Orang Gila

Sudah saatnya masyarakat dan pejabat memahami bahwa wartawan bukanlah musuh, melainkan mitra dalam membangun bangsa. Dengan profesionalisme di kedua belah pihak, hubungan antara wartawan dan pejabat dapat berjalan harmonis, menciptakan sinergi yang bermanfaat bagi masyarakat.

Wartawan adalah benteng terakhir masyarakat dalam menjaga kebebasan informasi, dan peran mereka tidak boleh diremehkan. Jika wartawan bekerja dengan profesional dan pejabat menjalankan tugasnya dengan integritas, maka keduanya dapat menciptakan perubahan positif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.***


Like it? Share with your friends!

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

WARNING: DILARANG COPAS