Ketika tiga bersahabat ada pada titik nadir, dihadapkan pada pilihan dari para penguasa yang mengancam nyawa; tetap pada ideologi untuk memberikan informasi yang sebenarnya kepada rakyat atau menerima pil pahit untuk menerbitkan berita yang elok membingkai wajah para penguasa. Tiga kepala, dua suara, pengkhianatan tercipta.
(Yondi Aoudyto, S.M, Sutradara Muda di Palembang)
PALEMBANG – Represi kekuasaan terhadap pers di era Orde Baru (orba), ternyata hingga kini masih menganggu sejumlah generasi. Meski mereka sudah jauh tertinggal sejarah Orba yang selama 32 tahun mencengkeram bumi Pancasila, tetapi geliat pembrotakannya masih berdenyut kencang diantara kaum milinial.
Mereka bukan wartawan, bukan Aparatur Sipil Negara (ASN), atau penguasa yang tersingkir dari puing peradaban di negeri ini. Mereka sekelompok anak-anak negeri generazi “Z” yang masih punya hati untuk terus berteriak tentang kebenaran dan keadilan.
Pentas Dua Hari (21-22 Januari 2023) Begitulah sekelumit kilas gambaran kecil naskah “Soerat Nadir” karya Sutradara Muda di Palembang, Yondi Aoudyto, S.M. yang akan dipentaskan Teater Gembok Palembang, pada Sabtu-Minggu (21-22 Januari 2023) di Graha Budaya Jaka Baring Palembang.
Mengusung latar tempat sebuah kantor berita, pementasan tunggal produksi ke-15 Teater Gembok Palembang akan digelar selama dua hari (21-22 Januari 2023) di Graha Budaya Jakabaring Palembang.
Pada naskah ini, Yondi, sang sutradara sedang ingin memberikan gambaran kepada publik tentang peristiwa yang sangat dekat dengan kita. Realitasnya sangat terasa, tetapi tak mampu dilawan.
“Jadi, ungkapkan apa yang terlihat dan perjuangkan apa yang sudah menjadi kebenarannya karena itulah nadir. Kesimpulan cerita dari pementasan ini adalah bagaimana sebuah ideologi harus dipertahankan. Pesan moralnya, memberi warisan bagi orang-orang yang berjuang di jalan kebenaran, untuk wartawan pesannya mereka harus menulis berita sesuai kode etik jurnalistik. Harapannya melalui pementasan ini, agar para wartawan salah menulis berita, terhindar dari kesalahan dan tidak melakukan penafsiran informasi yang berakibat pada pembodohan berkepanjangan, yang turun temurun,” ujarnya.
Teks naskah yang sarat kritik pada protret buram pers di era orba ini, meski tidak secara utuh disebut pentas komedi situasi, tetapi dalam adegan, Yondi secara sengaja membuatnya semi komedi.
“Kalau disebut komedi situasi, sebenarnya tidak juga. Tapi dalam beberapa adegan, kita kemas dengan komedi supaya naskah ini lebih hidup, lebih segar dan tidak membosankan, tanpa mengurangi pesan moral dari naskah ini,” ujar Yondi, saat dibincangi di Galery Bundar Taman Budaya Palembang, usai pengukuhan Teater Mahameru dan Pengurus Forum Teater Sekolah (FORTAS) Sumsel, Minggu, 15 Januari 2023, pukul 16.25 WIB.
Naskah yang akan tampil kurang lebih 2 jam ini, diperankan Ade, Tasya, Aldi, Ardhini, Saputra, Abi, Fildzah, Fara, Rahma, Rella dan Bani. “Tujuh puluh persen, pemain ini baru. Tapi Insya Allah mereka akan tampil maksimal,” tambah Yondi optimis.
(**)
0 Comments