Tragis di Muara Enim. Anak Diduga Jadi Korban Kekerasan Asusila, Polisi Gerak Cepat Tangani Kasus

Kasus dugaan Asusila, di muara enim

MUARA ENIM —Isu kekerasan terhadap anak kembali mencuat di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Kali ini, seorang anak perempuan di bawah umur diduga mengalami tindakan asusila yang membuat keluarganya terpukul dan meminta keadilan ditegakkan.

Peristiwa memilukan ini terungkap pada Senin malam, 30 Juni 2025. MR (32), seorang ibu rumah tangga warga Kecamatan Muara Enim, mendatangi Polres Muara Enim dengan perasaan campur aduk, marah, sedih, sekaligus ingin anaknya mendapatkan perlindungan dan keadilan yang sepatutnya.

Ia tidak pernah menyangka bahwa anaknya, yang selama ini diasuh dengan penuh kasih, harus menjadi korban perbuatan tak senonoh oleh orang yang justru dikenalnya. Informasi mengejutkan itu diungkapkan langsung oleh sang anak, yang memberanikan diri bercerita meski dengan suara bergetar.

“Hati saya hancur mendengar pengakuan anak saya. Saya tidak tahu harus bagaimana selain segera meminta perlindungan hukum. Malam itu juga saya bertekad membawa kasus ini ke jalur hukum agar pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ungkap MR dengan mata berkaca-kaca ketika dimintai keterangan oleh petugas.

Laporan resmi pun diterima oleh Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Muara Enim pada Selasa, 1 Juli 2025, pukul 16.40 WIB. Laporan itu teregistrasi dengan Nomor: LP/B/181/VII/2025/SPKT/POLRES MUARA ENIM/POLDA SUMSEL. Dalam laporan tersebut, Monika menjelaskan bahwa peristiwa memilukan itu terjadi di kawasan Lubuk Empelas sekitar pukul 22.00 WIB, saat anaknya pulang dari sebuah kegiatan di lingkungan sekitar.

Pihak Polres Muara Enim memastikan bahwa mereka tidak tinggal diam. Dugaan tindakan asusila tersebut masuk dalam kategori tindak pidana persetubuhan terhadap anak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, tepatnya UU Nomor 17 Tahun 2016 yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002. Pelaku terancam dijerat Pasal 81 dan/atau 82, dengan ancaman pidana berat.

 

Kasatreskrim Polres Muara Enim melalui penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) menyampaikan bahwa penyelidikan sudah berjalan. Polisi telah mengantongi identitas terlapor berinisial A, seorang pria yang kabarnya cukup dekat dengan korban.

“Kami sudah menerima laporan resmi. Sejumlah saksi telah dimintai keterangan, termasuk ibu korban dan kerabat yang mengetahui kondisi anak. Kami juga sedang mengumpulkan alat bukti dan berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk pendampingan psikologis korban,” jelas salah seorang petugas penyidik yang enggan disebutkan namanya.

Hingga berita ini ditulis, terlapor masih dalam tahap pemanggilan untuk dimintai keterangan. Polisi juga berencana mendatangkan tenaga ahli psikologi untuk mendampingi korban agar trauma yang dialaminya tidak semakin dalam.

Dalam kasus kekerasan seksual, korban anak-anak sering kali mengalami trauma yang mendalam dan berkepanjangan. Oleh karena itu, pihak kepolisian menegaskan akan bekerja sama dengan lembaga perlindungan anak, dinas sosial, serta layanan rehabilitasi untuk memberikan penanganan komprehensif bagi korban.

Pendampingan psikologis menjadi kunci agar korban dapat kembali pulih secara mental dan tetap merasa aman. Tim medis juga sudah melakukan pemeriksaan fisik awal untuk memastikan kondisi kesehatan korban dan mengumpulkan bukti forensik.

“Kami berharap proses hukum berjalan cepat, sehingga korban dan keluarga bisa mendapat keadilan yang menenangkan hati mereka,” ujar petugas PPA menambahkan.

Selain itu, pihak keluarga berharap agar masyarakat luas dapat membantu dengan tidak menyebarluaskan identitas korban. Penyebaran identitas atau foto anak korban kekerasan seksual merupakan pelanggaran hukum, sekaligus memperburuk kondisi psikologis korban yang masih sangat rentan.

Kasus ini menjadi tamparan bagi masyarakat luas. Banyak kasus serupa terjadi namun kerap luput dari perhatian karena korban merasa takut atau malu bercerita. Tak jarang, pelaku memanfaatkan kelemahan ini dengan bujuk rayu atau ancaman agar korban bungkam.

Para orang tua diimbau untuk selalu membuka telinga dan hati agar anak berani berbicara ketika mengalami hal-hal yang membuatnya tidak nyaman. Lingkungan keluarga yang hangat menjadi benteng pertama pencegahan kekerasan seksual pada anak.

“Anak-anak perlu diyakinkan bahwa mereka selalu punya tempat aman untuk bercerita, sekecil apa pun masalahnya,” kata seorang aktivis perlindungan anak di Muara Enim saat dimintai tanggapan terpisah. Ia juga mendorong pemerintah daerah untuk lebih gencar melakukan edukasi dan sosialisasi tentang pencegahan kekerasan seksual sejak dini.

 

Masyarakat Muara Enim berharap aparat penegak hukum dapat bertindak cepat dan tegas tanpa pandang bulu. Jika terbukti bersalah, pelaku harus dijatuhi hukuman setimpal agar ada efek jera.

Sementara itu, dukungan moril untuk keluarga korban terus mengalir dari para tetangga dan tokoh masyarakat. Beberapa organisasi perlindungan anak juga siap turun tangan membantu pendampingan hukum maupun rehabilitasi psikososial.(PJS).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses