Sidang Korupsi Disperindag PALI, Brisvo Bongkar Aliran Dana Rp932 Juta ke Sri Kustina
Palembang, 4 September 2025 – Informasi dilansir dari Laman Media Sumek.co. Suasana ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang mendadak hening ketika nama seorang tokoh perempuan penting disebut dalam lantang pembacaan eksepsi. Dari kursi terdakwa, Brisvo, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disperindag PALI, melalui kuasa hukumnya membuka tabir yang selama ini tersembunyi.
Bukan sekadar bantahan atas dakwaan, eksepsi itu berubah menjadi panggung pengungkapan. Dengan nada tegas, Musmulyadin SH Cpl, penasihat hukum Brisvo, membacakan fakta yang disebut berasal dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Fakta itu memuat angka mencolok: Rp932 juta lebih, yang disebut mengalir ke tangan Ir Hj Sri Kustina, kala itu menjabat sebagai Ketua Dekranasda PALI.
“Bahwa aliran uang dari terdakwa juga diterima dan dinikmati oleh saudari Ir Hj Sri Kustina selaku Ketua Dekranasda Kabupaten PALI. Penerimaan itu turut disaksikan oleh Halimah Tusyakdiah selaku bendahara Dekranasda,” ucap Musmulyadin, mengutip langsung keterangan terdakwa.
Seketika, ruangan bergemuruh. Nama besar yang terseret itu bukan sekadar figur publik biasa—ia adalah istri mantan Bupati PALI, yang juga dikenal luas dalam lingkaran elit daerah.
Kasus ini bermula dari program Disperindag PALI tahun 2023, yang belakangan diketahui sarat dengan kegiatan fiktif. Pelatihan, pengadaan batik, anyaman, hingga ukiran kayu—semua disebut hanya sebatas laporan di atas kertas. Menurut audit BPKP Sumsel, negara menderita kerugian Rp1,7 miliar dari total anggaran sekitar Rp2,7 miliar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Brisvo bersama rekannya, Muhtanzi Basyir, sebagai pihak yang bertanggung jawab. Namun, bagi Brisvo, dakwaan itu tidak adil. Ia merasa hanya dirinya yang diposisikan sebagai kambing hitam.
Eksepsinya pun menyorot tajam: dakwaan dianggap tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Apalagi, menurutnya, sejumlah nama lain seperti Aditya Pradana, Romyzar Arya Putra, hingga beberapa tenaga ahli, turut mengetahui aliran dana tersebut. “Mengapa mereka tak turut dimintai pertanggungjawaban?” sindir Musmulyadin.
Di balik meja hijau, majelis hakim yang dipimpin Pitriadi SH MH tampak serius menyimak. Tak ada jeda, tak ada senyum. Suasana tegang makin terasa ketika eksepsi berulang kali menegaskan bahwa fakta-fakta yang sudah terang di BAP justru diabaikan JPU.
Bagi publik PALI, ini bukan sekadar sidang. Ini seperti membuka lembaran demi lembaran catatan lama yang selama ini tersimpan rapat. Setiap nama yang disebut, setiap angka yang diucapkan, menjadi fragmen yang membentuk gambaran lebih besar: betapa rapuhnya fondasi integritas ketika uang rakyat dipermainkan.
Kini, semua mata tertuju pada langkah selanjutnya. Apakah majelis hakim akan mengabulkan eksepsi Brisvo? Atau tetap melanjutkan persidangan dengan dakwaan JPU yang dinilai “cacat”?
Yang jelas, sidang ini telah menyeret nama besar ke pusaran pusaka hukum. Dan publik PALI, dengan segala harap cemasnya, menanti: apakah hukum benar-benar akan berdiri tegak, atau justru kembali merunduk di bawah bayang-bayang kekuasaan?. (35).