PALI — Di balik janji manis program pemberdayaan dan pelatihan industri, Kejaksaan Negeri (Kejari) Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) justru menguak wajah gelap dari sebuah kejahatan anggaran. Fakta yang mencengangkan terkuak, dua aparatur sipil negara (ASN) justru menjadi aktor utama dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp 1,7 miliar di tubuh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten PALI.
Kasus yang mencoreng wajah pelayanan publik ini mencuat dari kegiatan pengadaan belanja pelatihan tahun anggaran 2023 dengan nilai kontrak keseluruhan mencapai Rp 2,7 miliar. Namun, proyek tersebut tak lebih dari lembar-lembar kertas fiktif yang dipertontonkan seolah-olah nyata. Negara pun dipaksa menanggung luka kerugian sebesar Rp 1,7 miliar.
Dalam konferensi pers yang digelar Kamis, 12 Juni 2025, Kepala Kejaksaan Negeri PALI, Farriman Isandi Siregar, melalui Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Enggi Elber, dan didampingi Kasi Intel Rido Dharma Hermando, membeberkan taktik licik yang dilakukan para tersangka, yakni BD dan MB.
“Delapan paket pekerjaan dengan nilai masing-masing dipecah di bawah Rp 200 juta agar bisa dilakukan penunjukan langsung. Ada pengkondisian pemenang. Ada komitmen fee 10 persen. Semua sudah diskenariokan,” tegas Enggi dengan nada dingin namun menusuk.
Bukan tanpa alasan Kejari PALI bergerak cepat. Penyelidikan dimulai sejak Januari 2025 dan naik ke penyidikan pada 3 Maret. Hingga akhirnya, laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tanggal 28 Mei 2025 menjadi paku terakhir yang mengunci fakta kerugian negara. Proses hukum pun tak bisa dibendung lagi.
Tersangka pertama, BD, adalah ASN aktif yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Sedangkan tersangka kedua, MB, adalah Direktur CV Restu Bumi, sekaligus ASN PPPK. CV yang ia pimpin menjadi rekanan tunggal yang ditunjuk langsung untuk menjalankan pengadaan dalam delapan kegiatan pelatihan. Namun nyatanya, pelatihan itu hanya ada di atas kertas.
“Belanja bersifat fiktif, tapi tetap dicairkan oleh BD. Dana yang diterima MB tidak dipakai sesuai peruntukan, sebagian dinikmati sendiri, sebagian diserahkan kembali kepada BD,” beber Enggi, tanpa tedeng aling-aling.
Hubungan masa lalu antara BD dan MB yang pernah sekantor menjadi celah kolusi. Sebuah skema yang dibungkus profesionalisme, namun menyimpan racun manipulasi. Penunjukan langsung dilakukan tanpa dasar hukum yang sah, semua demi mengamankan jatah dan keuntungan pribadi.
Proses penetapan tersangka berlangsung cepat. Hanya dalam hitungan jam setelah pemeriksaan sebagai saksi, keduanya langsung ditetapkan sebagai tersangka. Dua alat bukti kuat kesaksian, petunjuk ahli, dan dokumen surat membuat status mereka tak terbantahkan.
“Setelah break satu sampai dua jam pemeriksaan, alat bukti sudah cukup. Kami langsung naikkan status,” terang Enggi, meyakinkan publik bahwa hukum masih berdenyut.
Kini, BD dan MB resmi ditahan di Lapas Kelas IIB Muara Enim guna memperlancar penyidikan lebih lanjut. Namun Kejaksaan Negeri PALI tak berhenti sampai di sini. Mereka menyatakan masih membuka ruang penyelidikan untuk aktor-aktor lain yang mungkin ikut bermain dalam gelapnya proyek fiktif ini.
“Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru, selama bukti mendukung,” ujar Enggi lugas, mengisyaratkan bahwa jaring keadilan belum rampung ditebar. (ES).