Seismik VS Masyarakat, Kemerdekaan yang Terusik: Refleksi 79 Tahun Proklamasi


Opini Penulis:

Tanggal 17 Agustus 1945 menjadi saksi sejarah ketika Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, mengakhiri masa penjajahan bangsa asing. Namun, setelah 79 tahun berlalu, apa yang disebut kemerdekaan itu seolah hanya terbatas pada pengusiran penjajah asing. Ironisnya, rakyat Indonesia kini terjajah oleh bangsa sendiri.

Kemerdekaan, menurut penafsiran penulis adalah kebebasan dan keleluasaan yang tetap berpedoman pada aturan negara dan agama. bukan berarti tunduk kepada yang salah, namun realitas di lapangan berkata lain. Pihak-pihak yang seharusnya melindungi masyarakat dari intimidasi justru menjadi pelindung perusahaan karena tergiur imbalan.

Di wilayah Kecamatan Tanah Abang dan Talang Ubi, PALI, perusahaan Seismik 3D sedang melakukan survei kandungan minyak dan gas bumi. Menurut tahun -tahun yang perna dilewati, setiap kali perusahaan ini beroperasi, konflik selalu timbul, dimana kegiatan operasi disitu menorehkan duka bagi warga.

Jeritan rakyat tak didengar, karena perusahaan ini mendapat dukungan dari berbagai pihak yang kuat mencari keuntungan pribadi. Para pembela perusahaan tetap setia mengawal, bahkan setiap kegiatan mereka berani angkat suara lantang dengan berbagai retorika menggiring masyarakat mendukung perusahaan, mengajak masyarakat untuk mendukung perusahaan dalam setiap sosialisasi.

Padahal secara tidak langsung pihak perusahaan Seismik 3D sudah merampas hak-hak rakyat kecil dengan semena-mena. Mereka seenaknya melenggang masuk tanpa izin pemilik lahan, padahal jika mereka sadar, Pemilik lahan adalah warga negara yang statusnya sama di mata hukum, mereka berhak dihargai hak-haknya. Perusahaan seharusnya meminta izin sebelum melintasi lahan orang lain.

Bahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No. 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya seolah tidak berlaku bagi perusahaan yang sudah mendapatkan dukungan penerima imbalan.

Baca juga:  Rancangan Perpres Tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital Untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas Sebuah Langkah Anti Demokrasi

Perusahaan terkesan menganggap petani pemilik lahan lemah dan bodoh, sehingga seenaknya memasuki lahan, menebas tanam tumbuh memasang patok dan pita tanpa izin.

Berkaca dengan pengalaman yang lahan perna di lintasi atau bangunan rusak oleh aktivitas seismik jau dari seimbang, Bahkan Pemerintah yang digaji oleh rakyat tidak lagi berada di pihak rakyat. Terbukti dengan Peraturan Gubernur Nomor 40 Tahun 2017 tentang aturan ganti tanam tumbuh dan pemakaian lahan tidak sedikitpun mengurangi kerugian rakyat demi menguntungkan perusahaan.

Apakah semua sedang tidur pulas hingga tak mampu lagi melek terhadap kebenaran? Ataukah telinga sudah tersumbat sehingga tak lagi mendengar keluhan masyarakat? Kami tidak yakin kalian menjawab iya, karena kalian tahu setiap panggilan telepon dari pihak perusahaan berarti ada panggilan ngopi bersama. Namun, jangan lupa, Tuhan Maha Adil dalam memberikan ganjaran.

Begitulah, di balik gemuruh perayaan kemerdekaan yang semakin jauh dari maknanya, ada kisah-kisah pilu rakyat kecil yang terus berjuang, berharap pada keadilan yang mungkin tak kunjung datang. Penulis : Eddi Saputra.


Like it? Share with your friends!

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Seeet✋, Tidak boleh Copas, Izin dulu pada yg punya Media.🤛🤛👊