PALI – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) kembali menuai kritik tajam. Meski diklaim sebagai terobosan untuk meningkatkan gizi anak sekolah, di lapangan program ini justru menimbulkan keresahan para wali murid.
Salah satunya disampaikan oleh Rahasmin, warga PALI sekaligus wali murid. Dalam pernyataannya yang ditulis di grup WhatsApp Kabar Kabupaten PALI pada Rabu (24/9/2025), ia menegaskan bahwa keselamatan anak-anak harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar formalitas program.
“Siswa disuruh makan MBG, tapi kalau keracunan siapa yang akan bertanggung jawab? Setiap ada masalah keracunan terkait MBG, pihak-pihak terkait pura-pura tidak tahu. Bahkan sampai ada peneliti dari Balai Kesehatan yang membuat pernyataan tidak masuk akal,” ungkap Rahasmin.
Menurutnya, guru seharusnya tidak serta-merta menyuruh siswa mengonsumsi makanan MBG tanpa adanya izin dari orang tua. “Kalau memang ada guru yang ingin anak didiknya ikut makan MBG, alangkah baiknya izin dulu ke wali murid. Ini demi keselamatan bersama,” tambahnya.
Sejak pertama kali dilaksanakan, program MBG memang sudah mengundang pro dan kontra. Beberapa kalangan menilai tujuannya mulia, yaitu membantu anak-anak sekolah mendapatkan asupan gizi tambahan. Namun di balik itu, berbagai persoalan justru muncul, mulai dari standar kebersihan makanan, dugaan kasus keracunan, hingga minimnya transparansi soal pengawasan.
Bagi orang tua murid, keresahan itu sangat nyata. Bukannya merasa tenang, justru timbul kekhawatiran apakah makanan yang diberikan benar-benar layak dikonsumsi. Apalagi, ketika ada kasus keracunan, tidak ada pihak yang secara jelas mau bertanggung jawab.
Pernyataan Rahasmin menyoroti hal mendasar: tanggung jawab. Jika anak-anak mengalami masalah kesehatan setelah mengonsumsi makanan MBG, siapa yang harus bertanggung jawab? Apakah pemerintah daerah, pihak sekolah, penyedia katering, atau instansi kesehatan?
Hingga kini, pertanyaan itu belum mendapat jawaban tegas. Publik justru melihat adanya kecenderungan pihak-pihak terkait saling lempar tanggung jawab.
Kritik keras dari masyarakat seperti Rahasmin menambah kuat desakan agar pemerintah daerah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG. Bukan hanya soal distribusi dan kualitas makanan, tetapi juga soal regulasi, pengawasan, serta kepastian mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi hal-hal yang merugikan anak didik.
“Maaf, ini hanya sebagai saran. Jangan sampai niat baik pemerintah justru berbalik menjadi masalah besar bagi kesehatan anak-anak kita,” tutup Rahasmin. (35).