PALI – Fenomena perceraian di bawah tangan atau perceraian yang tidak tercatat secara resmi di Pengadilan Agama masih menjadi persoalan yang mengkhawatirkan di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). Hal ini diungkapkan Sekretaris Pengadilan Agama Muara Enim, Hendri Suryana, S.Ag., saat diwawancarai beberapa waktu lalu.
Menurut Hendri, minimnya kesadaran hukum masyarakat PALI serta belum adanya kantor Pengadilan Agama di wilayah ini menjadi penyebab utama praktik perceraian tidak sah masih terus terjadi. Jarak tempuh yang jauh menuju Pengadilan Agama Muara Enim juga menambah hambatan bagi pasangan yang hendak menempuh jalur hukum resmi.
“Banyak pasangan suami istri yang memilih berpisah begitu saja tanpa proses hukum yang sah. Padahal, perceraian di bawah tangan ini sangat merugikan pihak perempuan dan anak-anak karena hak mereka tidak dilindungi secara hukum,” jelas Hendri.
Ia menambahkan, faktor biaya transportasi dan akses menuju Muara Enim seringkali menjadi beban berat, terutama bagi warga PALI yang tinggal di desa-desa terpencil. Sementara itu, kebutuhan layanan Pengadilan Agama seperti pengurusan hak asuh anak, pembagian harta waris, dan sengketa keluarga lainnya terus meningkat.
Sebagai langkah solutif, Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) sebenarnya telah menyurati Pemerintah Kabupaten PALI agar segera menyiapkan lahan hibah minimal seluas satu hektare di lokasi strategis untuk pembangunan Pengadilan Agama. Namun, hingga saat ini, tindak lanjut nyata dari Pemkab PALI belum juga terlihat.
“Pemerintah pusat melalui Mahkamah Agung sudah menegaskan, kabupaten cukup siapkan lahan, sisanya seperti pembangunan gedung dan fasilitas akan dibiayai oleh MA. Sayangnya, sampai sekarang PALI belum juga bergerak cepat,” ungkap Hendri.
Ia membandingkan dengan kabupaten tetangga seperti Ogan Ilir, Musi Rawas, Empat Lawang, dan Musi Rawas Utara yang sudah lebih dulu merespons surat MA dengan menyiapkan lahan untuk pembangunan kantor Pengadilan Agama masing-masing.
“PALI satu-satunya kabupaten di wilayah ini yang belum ada progres. Padahal ini menyangkut kepentingan masyarakat dalam mendapatkan akses keadilan,” tegasnya lagi.
Dalam waktu dekat, pihak Pengadilan Agama Muara Enim berencana melakukan audiensi resmi dengan Bupati PALI guna membahas langkah konkret percepatan penyediaan lahan tersebut. Hendri berharap Pemkab PALI serius merespons kebutuhan mendasar ini demi menjamin kepastian hukum masyarakat.
“Kehadiran Pengadilan Agama di PALI bukan hanya soal keberadaan institusi semata, tetapi ini menyangkut hak warga untuk mendapatkan layanan hukum yang mudah, cepat, dan terjangkau. Terutama untuk perempuan dan anak-anak yang paling rentan menjadi korban ketidakpastian hukum,” pungkasnya.
Jika lahan telah disiapkan dan proses pembangunan dapat segera dimulai, maka diharapkan dalam waktu tidak terlalu lama, warga PALI bisa mengurus berbagai masalah keluarga seperti perceraian, hak asuh anak, warisan, hingga persoalan pernikahan sah tanpa harus jauh-jauh ke Muara Enim.
Dengan demikian, angka perceraian di bawah tangan di PALI diharapkan dapat ditekan, dan kepastian hukum bagi masyarakat dapat terjamin. JS.