Ruteng, NTT//SI.com- Aliansi Masyarakat Adat Poco Leok, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 17 Agustus 2023 berkumpul untuk menggelar upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-78.
Upacara ini bertempat dihalaman gendang Lungar, dihadiri oleh ratusan solidaritas masyarakat Poco Leok dari 10 gendang ,yakni gendang Mucu, Mocok, gendang Mori, gendang Nnderu, gendang Ncamar, gendang Cako, gendang Rebak, gendang Tere, gendang Jong dan gendang Lungar.
Tema yang diusung dalam kegiatan ini adalah “Merdeka Tanpa Geothermal’ Upacara bendera ini, selain memperingati kemerdekaan, juga menjadi upacara simbolik warga yang bertujuan untuk menolak keras rencana pembangunan Geothermal di Poco Leok. Upacara ini di hadiri oleh seluruh lapisan masyarakat adat dari berbagai kalangan, dari anak-anak hingga orangtua.
jalannya upacara.
Sejak pukul 08.00 Wita, warga dari berbagai kampung diseluruh wilayah Poco Leok sudah mulai bergegas menuju lokasi upacara.
beberapa warga yang bertugas dalam upacara sudah tiba terlebih dahulu. Sambil menanti peserta upacara, mereka melakukan berbagai persiapan dan latihan dihalaman kampung Lungar. Pada
Pukul 09.30 Wita, halaman kampung Lungar, sudah padat dihadiri para peserta upacara, semua terlihat rapi dan anggun mengenakan busana adat daerah Manggarai.
Sekilas halaman gendang Lungar menjadi panggung pertunjukan busana adat Manggarai, Pukul 10.00 Wita, upacara bendera dimulai. Para petugas upacara sudah bersiap-siap menjalankan tugas masing masing. Warga juga sudah bersiap-siap dan membentuk lima barisan dan masing-masing barisan didampingi para petugas. Para petugas upacara bendera adalah warga Poco Leok, yang juga dipilih dari berbagai kalangan, tua dan muda, laki-laki dan perempuan.
Upacara bendera berlangsung khidmat, meriah dan eksotik, dengan nuansa khas daerah Manggarai, semua peserta upacara mengikuti seluruh rangakaian upacara dengan aktif, para tua gendang dan tetua adat Poco Leok juga turut hadir. Mereka menempati barisan khusus, tepat dihadapan barisan peserta upacara, sejajar dengan pembina upacara. Tempat duduk juga disediakan untuk golongan ini.
Beberapa menit upacara berjalan, pasukan pengerek bendera memasuki lapangan upacara, tak butuh waktu lama sang merah putih berkibar megah dihalaman kampung Lungar, disaksikan seluruh peserta upacara, juga diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya. kemudian disusul lagu gugur bunga, lagu kemerdekaan, pembacaan UUD 1945, pembacaan teks proklamasi, pembacaan teks Pancasila, dan ditutup dengan doa.
Joniardus Junar, salah satu tokoh mudah Poco Leok yang dipercayakan menjadi pembina upacara, dalam amanatnya menyinggung proyek geothermal yang kini sedang dipaksakan untuk dibangun di wilayah Poco Leok oleh Pemerintah.
Dalam pidatonya yang berjudul ‘Merdeka Tanpa Geothermal’ itu, ia mengatakan dengan lantang bahwa posisi dan peran petani sangat penting dalam mempertahankan Indonesia.
Ia juga mengajak para peserta upacara merenungkan jasa para pahlawan dan pejuang Bangsa Indonesia yang bersusah payah merebut dan mempertahankan tanah air dari penguasaan asing.
“Perjuangan para pahlawan menjadi cerminan bagi perjuangan Aliansi Masyarakat Adat Poco Leok dalam mempertahankan wilayah ini dari ancaman ekspansi proyek geothermal,” katanya.
Menurutnya, rencana eksploitasi geothermal di Poco Leok adalah “sebuah penjajahan bentuk baru di negeri ini.”
Jika kita bersatu, itu akan menjadi kekuatan besar untuk melawan penjajah yang saat ini mencoba menghancurkan bumi Poco Leok yang telah kita jaga sebagai peninggalan leluhur”, ujarnya
Mengakhiri pidatonya, Joniardus mengajak seluruh peserta untuk bersama-sama membacakan tuntutan mereka atas rencana eksplorasi Geothermal di wilayah Poco Leok yang sebelumnya sudah mereka sampaikan kepada Pemerintah dan DPRD Manggarai saat unjuk rasa pada Rabu, 9 Agustus 2023.
Tuntutan itu di antaranya adalah mencabut SK Bupati Manggarai tentang penetapan lokasi proyek, menghentikan aktivitas PT Perusahaan Listrik Negara dan aparat keamanan di Poco Leok, menghentikan intimidasi dan politik pecah belah atas masyarakat Poco Leok, mendesak penghentian pendanaan proyek, mencabut Keputusan Menteri ESDM tahun 2017 tentang penetapan Flores sebagai pulau geothermal dan menghentikan upaya sertifikasi tanah ulayat oleh Badan Pertanahan.
Kegiatan itu ditutup dengan deklarasi pernyataan sikap menentang rencana pengembangan geothermal di wilayah itu.
“Merdeka Tanpa Geothermal,” teriak warga berulang-ulang
Kemerdekaan, kata mereka, sejatinya berarti mampu menentukan nasib sendiri, berdikari secara budaya, politik dan ekonomi, tanpa intervensi dari pihak lain.
“Geothermal adalah upaya intervensi, penguasaan dan eksploitasi atas ruang hidup masyarakat Poco Leok. Oleh karena itu, harus dilawan,” ungkap mereka secara serempak.
Semua rangkaian upacara dilakukan dengan penuh hikmat dan meriah. Antusiasme masyarakat adat sangat terasa dalam seluruh rangkaian upacara ini, sejak awal hingga akhir upacara.
Setelah itu, warga kemudian berdiskusi dan makan siang bersama, wujud solidaritas dan persatuan dalam menolak dan menentang geothermal.
Proyek geothermal Poco Leok, bagian dari proyek strategis Nasional, adalah pengembangan dari Pembangkit Listrik Panas Bumi Ulumbu, berjarak 3 kilometer sebelah barat Poco Leok, yang sudah beroperasi sejak 2012.
Pemerintah menargetkan geothermal Poco Leok akan menghasilkan energi listrik 2 x 20 MW, meningkat dari 10 MW di PLTP Ulumbu yang sudah beroperasi saat ini.
Selain Poco Leok, beberapa tempat lain di Flores juga menjadi sasaran proyek geothermal sejak penetapan pulau tersebut sebagai Pulau Geothermal, seperti di Wae Sano, Kabupaten Manggarai Barat dan di Mataloko, Kabupaten Ngada.
Di lokasi-lokasi ini, warga juga menolak karena titik-titik pengeboran yang berada di dalam ruang hidup mereka, seperti di dekat pemukiman dan lahan pertanian.
Editor : Dody Pan
0 Comments