Sarana Informasi Banner

KPK Ciduk Bupati Ponorogo dan Sekda, Negeri Ini Kembali Dikhianati oleh Tangan Sendiri

PONOROGO — Gelap malam Jumat (7/11/2025) menjadi saksi bisu saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menorehkan tinta kelam bagi pemerintahan daerah. Kali ini, tangan besi lembaga antirasuah itu menjemput Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, bersama Sekretaris Daerah Agus Pramono, Dirut RSUD dr. Harjono Yunus Mahatma, serta adik kandung sang bupati. Mereka diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang diduga terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

Menurut informasi yang dikonfirmasi berbagai sumber terpercaya seperti Antara, Detik, RMOL, dan Radar Madiun, KPK mengamankan tujuh orang dan membawa mereka ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut. Operasi senyap itu dilakukan sejak Jumat malam dan baru berakhir Sabtu (8/11/2025) dini hari.

Konstruksi awal perkara, sebagaimana disampaikan sumber internal penegak hukum, mengarah pada praktik suap dalam mutasi dan promosi jabatan. Jabatan yang semestinya menjadi amanah rakyat, ternyata diperjualbelikan layaknya komoditas murahan oleh segelintir pejabat yang kehilangan nurani.

“Diduga ada transaksi yang melibatkan uang dalam proses pengisian jabatan di lingkup Pemkab Ponorogo,” ujar salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya, dikutip dari Harian Jogja.

Dari tangan para pihak yang diamankan, KPK juga menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai dan dokumen penting yang diduga berkaitan dengan praktik kotor tersebut. Hingga kini, KPK masih melakukan pemeriksaan intensif di Jakarta, sebelum menetapkan status hukum para pihak.

Betapa getirnya ironi ini. Ketika rakyat berharap kepada pemimpinnya untuk menegakkan keadilan dan kejujuran, justru mereka yang dipercaya mengkhianati sumpah jabatan. Mereka yang disapa “Yang Terhormat”, kini diperlakukan sebagai “Yang Tersangka”.

Korupsi bukan sekadar pencurian uang, ia adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan publik, terhadap nilai-nilai yang seharusnya dijaga seorang pemimpin.

Jabatan yang dibangun dari suap, tidak pernah lahirkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Karena di balik setiap kursi yang dibeli dengan uang haram, selalu ada rakyat kecil yang dikorbankan.

Lembaga antikorupsi ini kembali menunjukkan taringnya. Di tengah tekanan dan sorotan publik, KPK masih menjaga nyala integritas agar tidak padam di tengah gelombang politik dan kepentingan. OTT di Ponorogo menjadi pesan keras: tidak ada tempat aman bagi koruptor, sekalipun mereka bersembunyi di balik jubah kekuasaan.

Namun, kasus ini juga membuka luka lama bangsa — betapa sistem birokrasi masih mudah dibeli. Mutasi jabatan, proyek, dan perizinan masih menjadi ladang subur bagi mereka yang haus kekuasaan.

Sudah saatnya setiap kepala daerah bercermin: kekuasaan bukan warisan keluarga, bukan hak istimewa untuk memperkaya kroni. Ia adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban, bukan hanya oleh hukum, tapi juga oleh sejarah.

Rakyat Ponorogo kini menatap getir — kecewa, marah, tapi juga berharap. Bahwa dari setiap peristiwa penangkapan ini, akan tumbuh kesadaran baru: bahwa korupsi bukan takdir, melainkan penyakit yang bisa disembuhkan bila keberanian moral ditegakkan.

Kita boleh miskin harta, tapi jangan pernah miskin integritas. Sebab yang membuat negeri ini runtuh bukan karena bencana alam, melainkan bencana moral dari para pejabat yang menjual kejujuran demi jabatan.

Kita percaya, hukum akan berbicara. Dan bila bersalah, mereka harus dihukum seberat-beratnya — agar menjadi pelajaran bagi semua: bahwa kekuasaan yang disalahgunakan hanyalah jalan cepat menuju kehinaan.
Red.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

WARNING: DILARANG COPAS

© 2025 SaranaInformasi.com | Media Cetak & Online
Portal Berita Akurat & Berimbang