Ruteng, NTT//SI.com- Nasib naas menimpah bocah Sekolah Dasar (SD) bernama Jesen, (11) yang terseret arus sungai hingga tewas di Desa Jaong, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Selasa (14/10/2025) siang.
Kondisi Kali Wae Rani saat musim hujan. Tidak ada yang berani lewat, termasuk anak-anak yang pulang atau pergi ke sekolah.
Libertus Mali (38), keluarga korban menyampaikan bahwa dirinya merasa sangat sedih lantaran situasi hujan yang terjadi beberapa minggu belakangan ini menelan anggota keluarganya.
Libertus menjelaskan, kondisi di desanya sangat mengkhawatirkan ketika musim hujan tiba karena ketiadaan jembatan permanen sehingga akses menjadi lumpuh total.
“Anak-anak sekolah di desa kami sangat kesulitan ketika mereka pergi dan pulang sekolah dalam keadaan air meluap melebihi kapasitas jembatan yang ada,” ujar Liberatus
Ia berharap agar tragedi serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari, sehingga membutuhkan kehadiran pemerintah NTT untuk segera membangun jembatan permanen.
“Kami berharap pemerintah provinsi NTT segera membangun jembatan permanen di empat kali yang ada di desa Jaong. Empat kali tersebut yaitu ; Kali Wae Rani, Wae Muntung, Wae Ponting dan Wae Kea”, pinta Libertus
Selain itu, tokoh muda setempat, Igen Padur, juga mendesak Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, segera mengambil langkah nyata.
Dalam pernyataan terbukanya, Igen menegaskan bahwa insiden tersebut bukan sekadar musibah, melainkan bukti nyata dari kelalaian terhadap kebutuhan dasar masyarakat pedesaan.
“Setiap pembangunan memang membutuhkan waktu, tetapi kami tidak bisa lagi menoleransi kelalaian yang merenggut nyawa,” tegas Igen
Sebagai pemuda yang lahir dan besar di Desa Jaong, Igen mengaku tak bisa tinggal diam melihat kondisi memprihatinkan di desanya. Ia menyebut dirinya sebagai penjaga harapan dan saksi atas tragedi yang tidak seharusnya terjadi.
“Jembatan di desa kami bukan kemewahan, melainkan kebutuhan mendasar sama pentingnya dengan udara yang kami hirup,” ujarnya.
Igen menilai, ketiadaan jembatan membuat masyarakat hidup dalam ketakutan setiap kali hujan deras tiba. Sungai yang membelah desa berubah menjadi ancaman mematikan, terutama bagi anak-anak sekolah, para petani, hingga tenaga kesehatan.
“Setiap hujan deras adalah teror. Kami menuntut hak untuk merasa aman di tanah sendiri,” kata Igen.
Selain soal keselamatan, ia juga menyoroti dampak besar terhadap sektor pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Tanpa jembatan, akses menuju sekolah, pasar, maupun fasilitas kesehatan sering terputus.
“Jembatan adalah gerbang menuju pendidikan. Jangan biarkan sungai menjadi penghalang mimpi,” ujarnya.
Kondisi ini, lanjut Igen, telah menghambat roda ekonomi warga, menaikkan harga kebutuhan, dan membuat evakuasi medis dalam situasi darurat nyaris mustahil dilakukan tepat waktu.
Atas situasi tersebut, Igen bersama para pemuda Desa Jaong, mendesak pemerintah provinsi NTT segera menghentikan proyek-proyek besar yang belum mendesak dan memprioritaskan pembangunan jembatan permanen di titik rawan.
“Hentikan rencana besar yang belum prioritas! Utamakan kebutuhan mendesak dan nyata di lapangan!” serunya.
Ia menutup pernyataannya dengan seruan penuh harap agar tragedi serupa tak terulang.
“Jangan biarkan ada lagi air mata dan nyawa yang hilang. Bangun jembatan itu sekarang, sebagai warisan kepedulian terhadap kemanusiaan dan masa depan generasi muda desa,” pungkasnya
Pewarta : Dody Pan