Gegara Hutang, IRT di Palembang dikeroyok Tetangga

IRT di Palembang

Palembang — Keributan antarwarga kembali mencoreng ketenangan lingkungan pemukiman di Palembang. Seorang ibu rumah tangga (IRT) bernama Hartini (50) menjadi korban aksi pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh tetangganya sendiri, seorang ibu berinisial TR, dibantu oleh putrinya. Kejadian memilukan ini berlangsung pada Senin siang, 30 Juni 2025, sekitar pukul 14.20 WIB, di kawasan padat penduduk Kelurahan 15 Ulu, Kecamatan Jakabaring, Kota Palembang.

Akibat insiden yang penuh emosi itu, Hartini harus menanggung luka memar di bagian wajah, kepala, lengan, hingga sejumlah bagian tubuh lainnya. Tidak hanya itu, sebuah telepon genggam miliknya juga raib entah kemana, diduga hilang saat keributan berlangsung.

Kepada wartawan, Hartini menuturkan bahwa peristiwa bermula ketika dirinya tengah berada di dalam rumah. Suasana mendadak berubah riuh ketika terdengar suara gaduh dari arah rumah sang kakak, yang letaknya bersebelahan.

“Saya mendengar keributan di luar, jadi saya keluar rumah. Ternyata TR datang bersama suami dan anaknya, marah-marah, katanya mau mencari keponakan saya. Padahal waktu itu keponakan saya tidak ada di rumah, dia sedang kerja,” tutur Hartini ketika ditemui di Polrestabes Palembang untuk membuat laporan resmi.

Merasa situasi mulai tak terkendali, Hartini mencoba menenangkan TR agar tidak membuat kegaduhan di lingkungan yang padat penduduk itu. Namun, niat baik Hartini justru dibalas dengan lontaran kata-kata kasar dan tudingan tak berdasar.

“Dia teriak-teriak di depan rumah kakak saya. Tiba-tiba dia nuduh keluarga saya jual narkoba. Dia bilang uang kami semua dari hasil jual narkoba. Saya kaget sekali dan merasa terhina,” jelas Hartini dengan nada geram.

Kondisi memanas itu pun memicu cekcok hebat. Suasana semakin panas ketika TR mulai bertindak kasar. Dengan emosi meluap, TR diduga memukul bagian kepala Hartini. Benturan keras membuat kacamata yang dikenakan korban patah. Tak berhenti di situ, anak TR yang masih berusia remaja pun ikut melayangkan pukulan ke tubuh Hartini.

“Anaknya juga ikut mukul saya. Saya sempat jatuh duduk, warga yang melihat mencoba melerai, tapi TR masih terus teriak-teriak,” ujar Hartini, seraya menunjukkan bekas luka di lengan, bahu, tengkuk, lutut, serta memar di bibir bagian dalam yang masih tampak membengkak.

Di tengah keributan itulah, Hartini baru sadar bahwa telepon genggamnya yang ia letakkan di atas motor sudah tak ada lagi. Diduga, HP itu hilang saat situasi kacau.

Merasa dirugikan secara fisik maupun materil, Hartini pun bertekad membawa kasus ini ke jalur hukum. Ia mendatangi Polrestabes Palembang untuk membuat laporan resmi. Laporan tersebut kini telah diterima dan sedang ditangani oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Palembang.

Kasatreskrim Polrestabes Palembang, AKBP Andrie Setiawan, membenarkan adanya laporan yang dilayangkan Hartini. Ia menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti kasus ini sesuai prosedur hukum.

“Betul, kami sudah menerima laporan tentang dugaan pengeroyokan di wilayah Jakabaring. Laporan sedang ditindaklanjuti oleh tim penyidik. Proses pemeriksaan saksi dan pengumpulan barang bukti akan kami lakukan secepatnya,” ujar Andrie kepada awak media, Selasa, 1 Juli 2025.

Lebih lanjut, Andrie menjelaskan bahwa kasus ini dijerat dengan Pasal 170 KUHP yang mengatur tentang tindak pidana pengeroyokan. Ancaman hukumannya bisa mencapai lima tahun penjara atau bahkan lebih berat, bergantung pada derajat luka yang diderita korban.

“Semua proses kami jalankan transparan dan sesuai ketentuan. Kami juga mengimbau masyarakat agar mengedepankan cara-cara damai dalam menyelesaikan masalah, bukan dengan kekerasan,” imbuhnya.

Peristiwa penyerangan ini menambah deretan panjang konflik di lingkungan padat penduduk yang kerap berujung pada aksi main hakim sendiri. Sejumlah warga Kelurahan 15 Ulu pun menyuarakan keresahan mereka.

Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekhawatirannya. Menurutnya, konflik antarwarga, jika tidak dicegah, dapat merembet ke persoalan yang lebih besar dan melibatkan banyak pihak yang tak bersalah.

“Sekarang ributnya antar tetangga, besok-besok bisa merembet ke warga lain. Kalau sudah begitu, kami yang tidak tahu apa-apa bisa ikut jadi korban. Kami minta polisi rutin patroli supaya warga yang mau ribut pikir-pikir dulu,” ujarnya.

Selain itu, warga juga berharap agar pemerintah setempat bersama kepolisian lebih aktif melakukan pembinaan di lingkungan padat penduduk, agar masyarakat terbiasa menyelesaikan konflik melalui musyawarah atau jalur hukum, bukan dengan kekerasan fisik.

Sementara itu, pihak keluarga Hartini mengaku masih trauma dengan kejadian yang menimpa anggota keluarga mereka. Mereka berharap agar proses hukum berjalan transparan dan para pelaku segera dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum.

“Kami hanya ingin keadilan. Kami juga tidak mau kejadian ini terulang lagi, apalagi sampai menimpa orang lain. Kami percaya pihak berwajib bisa bertindak tegas,” ucap salah satu kerabat Hartini.

Kasus ini juga menjadi pengingat bagi warga lainnya agar lebih bijak dalam menghadapi masalah. Sejumlah tokoh masyarakat di kawasan tersebut menekankan pentingnya menjaga kerukunan dan saling menghormati antarwarga, terutama di lingkungan permukiman padat yang rawan konflik sosial.

“Sekecil apapun masalah, kalau diselesaikan dengan emosi dan kekerasan, pasti akan menimbulkan masalah baru. Kita hidup bertetangga harus saling jaga, jangan saling melukai. Kalau ada masalah, selesaikan baik-baik atau bawa ke pihak berwenang,” pesan salah satu tokoh masyarakat setempat.

Untuk saat ini, proses penyelidikan masih terus berjalan. Pihak kepolisian dikabarkan akan segera memanggil TR beserta anaknya untuk dimintai keterangan. Selain itu, beberapa saksi di lokasi kejadian juga akan diperiksa untuk mengungkap kronologi secara utuh.

Kasus pengeroyokan yang menimpa Hartini menjadi pelajaran berharga bahwa persoalan sepele dapat berbuntut panjang bila tidak ditangani dengan kepala dingin. Masyarakat pun diimbau untuk tetap menjaga ketertiban dan menghindari tindakan main hakim sendiri yang berpotensi menjerumuskan diri ke jeratan hukum.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak keluarga korban masih menanti kejelasan proses hukum yang diharapkan bisa memberikan rasa keadilan bagi Hartini dan keluarganya. (PJS).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses