Ruteng, NTT//SI.com- Dosen kampus STIE Karya Ruteng, Theobaldus Nik Deki membantah dugaan pengancaman yang dilakukannya kepada wartawan media online Obor Timur, Gordi Jamat, pada Senin (09/06/2025) sore.
Saat di wawancara sejumlah wartawan di Polres Manggarai, Nik Deki mengatakan bahwa kedatangannya di Polres Manggarai pada Selasa (10/06/2025) pagi terkait dengan judul berita media Obor Timur yang berjudul ‘Bongkar kebohongan Nik Deki ! Fakta Tersembunyi Sengketa Dosen STIE Karya Ruteng’.
Ia mengaku merasa keberatan karena isi berita dan judul berita tersebut.
“kami sepakat untuk mengklarifikasi berita yang dimuat oleh media obor timur. Kami meminta supaya media mengubah pernyataan itu dengan menambah judulnya itu, harus ada kata Lusian, saya berbohong karena itukan pernyataan dia (Lusian)”, ujarnya.
Karena kata Nik Deki, yang ada di dalam isi berita tersebut, itu tidak ada pernyataan Lusian bahwa dirinya (Nik Deki) berbohong. Sehingga ia menganjurkan dan meminta kepada media obor timur untuk mengubah format atau redaksi dari judul itu dengan menambahkan kata Lusian.
“Dari sisi dialog ini tadi, kami bersepakat dan difasilitasi oleh Polres tadi bahwa, pihak dari media obor timur akan melakukan sidang redaksi untuk mempertimbangkan apa yang menjadi keberatan kami”, kata Nik Deki
Dikatakannya, dalam dialog dengan Wartawan Media Obor Timur diruang SPKT Polres Manggarai, telah clear.
“Saya menjelaskan, saya tidak mengancam
dan pernyataan kalau tidak bersedia dan kami ingin mencari, mencari dalam maksud untuk bertanya apa maksud dari pemberitaanya”, ungkap Nik Deki
“Saya ingin sampaikan bahwa keberatan saya itu lebih karena berita itu terlalu tendensius, dan menyerang saya secara pribadi”, lanjutnya
Ia menambahkan bahwa persoalan ini bukan persoalan pribadinya, melainkan persoalan lembaga, dan hasil dialog dengan tim media Obor Timur telah menemukan solusi terbaik, dan diselesaikan secara kekeluargaan.
Klarifikasi Nik Deki Dinilai Menyimpang dengan Isi Rekaman
Namun, klarifikasi Nik Deki itu dibantah keras oleh wartawan Obortimur, Gordi Jamat, yang memiliki rekaman percakapan dengan nada yang ia sebut sebagai menekan dan intimidatif.
“Dia bilang, ‘Kita perlu bertemu. Kalau Ase (adik) tidak mau bertemu, kami yang pergi cari kraeng.’ Itu sangat jelas bernuansa tekanan psikologis,” kata Gordi menirukan isi rekaman.
Menurut Gordi, kalimat tersebut dalam konteks budaya Manggarai mengandung makna ajakan paksa yang konfrontatif, bukan sekadar permintaan biasa.
“Karena nada menakutkan, itulah saya menolak bertemu. Padahal saya terbuka untuk klarifikasi berita,” lanjut Gordi.
Untuk diketahui, jika benar terjadi tekanan verbal yang membuat jurnalis merasa terancam, maka pernyataan Nik Deki bisa dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 maupun Pasal 335 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
Pasal 18 ayat (1) UU Pers: “Setiap orang yang secara melawan hukum menghalangi kerja pers, dipidana hingga 2 tahun serta denda Rp. 500 juta.”
Pasal 335 KUHP: “Barang siapa dengan ancaman kekerasan memaksa orang lain, dapat dipidana hingga 1 tahun.”
Jika tindakan Nik Deki terbukti bermotif menakut-nakuti agar berita ditarik atau dimodifikasi, maka hal tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia.
Pewarta : Dody Pan