Labuan Bajo, NTT//SI.com- Asosiasi Petani Padi (APPI) Mabar menggelar aksi demonstrasi di Kantor Bupati Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Kamis (16/03/2023). Ketua APPI, Lorens Logam mendesak pemerintah supaya stop praktik pemerkosaan terhadap kesejahteraan petani.
Logam sesalkan pemerintah yang tidak serius menangani persoalan di sektor pertanian khususnya harga beras yang cendrung fluktuatif.
Dikatakan Logam, uaya pemerintah melakukan intervensi harga beras di pasar dari Rp.14.000.00/kg menjadi Rp.11.000/kg merupakan bentuk ketidak berpihakan serta diskriminasi terhadap petani padi. Berkaitan fluktuasi harga beras yang sedang terjadi, pemerintah semestinya menganilisis mitigasi di sector Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan.
Respon pemerintah daerah kata dia, mengendalikan harga pasar dengan melakukan operasi pasar murah justru menimbulkan persoalan baru, mengingat idealnya harga beras berkisaran Rp.10.000 – Rp.12.000/kg.
“Biaya produksi yang sangat mahal mestinya menjadi preferensi bagi pemerintah untuk melakukan Re-orientasi kebijakan. Jangan hanya merespon dari sisi konsumen, bagaimana dengan nasib petani, pengusaha giling dan penjual di pasar?
Ketika pemerintah menekan harga pasar di angka Rp. 11.000, tentu secara otomatis petani menjual beras ke pengusaha penggilingan padi di angka Rp. 8.000 – Rp. 8.500”, pungkas Lorens Logam
Idealnya lanjut Lorens, harga beras petani mesti di angka Rp. 10.000 – Rp.12.000 karena biaya produksi yang sangat mahal.
Selain itu Logam membeberkan, bahwa pasar murah yang digelar Pemda Mabar bersama Bulog tidak memberikan dampak positif bagi petani, mengingat beras yang dijual Bulog merupakan beras dari NTB & Sulawesi.
“Ini adalah bentuk kebodohan pemerintah, berapa persen pajak yang diserap dari aktivitas impor beras ini? Inikan tidak jelas”, lanjut Lorens Logam
Selain itu, Logam menekankan biaya produksi yang sangat mahal karena dinas pertanian dalam hal ini PPL tidak mampu kendalikan harga pupuk yang melampau Harga Subsidi. Biadap semua yang ada di Dinas Pertanian ini, kalian jilat keringat masyarakat (Petani) namun tidak ada perhatian yang serius kepada mereka.
Baca itu UU No 19 thn 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Pasal 4 menegaskan Lingkup Pengaturan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani meliputi:
Perencanaan,
Perlindungan Petani,
Pemberdayaan Petani,
Pembiayaan dan pendanaan,
Pengawasan.
Ketua Asosiasi Petani Padi itu mengancam ikat kerbau di depan kantor Bupati Mabar jika tidak mampu mendesak Bulog untuk menyerap beras lokal.
Kalau Bulog tidak mampu serap beras lokal, maka bubar saja dari Mabar.
Penjahat semua kalian pejabat di Mabar ini.
Sederhana saja untuk menekan harga beras ini sebetulnya, tinggal tekankan biaya produksi. Mulai dari tertibkan pengecer – pengecer pupuk yang mark up harga hingga maksimalkan manfaat alsintan (Alat Mesin Pertanian). Disinilah tugas PPL agar tertibkan pendistribusian alsintan ini, jangan sampai ada Ketua kelompok Tani yang monopoli penggunaan mesin traktor atau menyewa traktor kepda anggotanya.
Potret di lapangan kan seolah-olah traktor milik Ketua kelompok karena dekat dengan pejabat. Makanya sekali lagi kalian pejabat di Mabar ini mental maling semua.
Editor : Dody Pan
0 Comments