Views: 0
PALI, — Di tengah kabar berkurangnya alokasi Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat untuk tahun anggaran 2026, semangat membangun Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) tidak surut. Justru di saat tekanan fiskal meningkat, Bupati PALI Asgianto, ST tampil dengan terobosan berani — mengoptimalkan peran CSR (Corporate Social Responsibility) sebagai sumber daya strategis demi keberlanjutan pembangunan daerah.
Langkah ini semakin nyata ketika Pemerintah Kabupaten PALI menggelar Forum CSR atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) di Hotel Srikandi, Jalan Merdeka, Kelurahan Handayani Mulya, Kecamatan Talang Ubi, Rabu (15/10/2025). Sebanyak 30 perusahaan yang beroperasi di wilayah PALI diundang untuk duduk bersama, berdialog langsung dengan pemerintah daerah membahas arah, bentuk, dan sasaran nyata penyaluran CSR agar benar-benar berdampak pada masyarakat.
Dari proyeksi yang beredar, pendapatan daerah Kabupaten PALI tahun 2026 diperkirakan sekitar Rp 1,37 triliun, di mana Rp 1,29 triliun di antaranya bersumber dari transfer pusat atau antar daerah. Angka ini menunjukkan adanya penurunan dibandingkan struktur belanja daerah tahun 2025 yang mencapai sekitar Rp 1,55 triliun.
Meski demikian, Bupati Asgianto menegaskan bahwa pemangkasan TKD bukan alasan untuk memperlambat pembangunan. Justru momentum ini dijadikannya sebagai titik balik untuk memperkuat kemandirian daerah dan kolaborasi lintas sektor.
“Kita tidak boleh menyerah hanya karena dana pusat berkurang. Pemerintah pusat mungkin memangkas transfer, tapi semangat kita tidak bisa dipangkas. Justru saat inilah kita harus kreatif menggandeng perusahaan agar pembangunan di PALI tetap berjalan dengan maksimal,” tegas Bupati Asgianto di hadapan peserta forum.
Dalam forum tersebut, Bupati Asgianto menyoroti bahwa selama ini banyak perusahaan masih menyalurkan CSR secara parsial dan tanpa koordinasi dengan pemerintah daerah.
Akibatnya, program CSR kerap tidak tepat sasaran dan kurang menyentuh kebutuhan masyarakat.
“Penyaluran CSR tidak bisa semaunya perusahaan. Kami di Pemkab sudah menyiapkan ‘kantong-kantong masalah’, mulai dari infrastruktur desa, kesehatan, pendidikan, hingga pemberdayaan ekonomi. Tinggal perusahaan pilih mau bantu di mana. Jadi tidak ada alasan CSR tidak tepat sasaran,” ujarnya lugas.
Bupati juga mengingatkan perusahaan agar tidak menganggap forum CSR sebagai acara seremonial semata. “Kami undang pimpinan, bukan sekadar perwakilan yang tidak bisa mengambil keputusan. Kalau memang perusahaan serius ingin membangun bersama, datanglah dengan niat dan kewenangan,” tandasnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten PALI, Ariansyah, menegaskan bahwa CSR memiliki landasan hukum yang kuat. “CSR itu kewajiban hukum, bukan pilihan. Ada dasar undang-undangnya, dan jika tidak dijalankan, sanksinya bisa sampai pada pencabutan izin operasi,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan PALI, Kartika Yanti, menyoroti pentingnya kepatuhan perusahaan terhadap aturan transportasi dan kontribusi pajak. “Kami minta agar mobil operasional perusahaan yang beroperasi di PALI menggunakan plat PALI. Itu bagian dari tanggung jawab untuk menambah PAD daerah. Selain itu, armada angkutan batu bara wajib menggunakan penutup terpal dan mematuhi etika lalu lintas agar tidak mengganggu masyarakat,” tegasnya.
Dalam sesi akhir forum, Bupati Asgianto menegaskan bahwa CSR bukan sekadar kewajiban administratif, tapi cerminan moralitas perusahaan terhadap daerah tempat mereka beroperasi.
“Kami tidak anti investasi. Tapi kami ingin investasi yang beradab dan punya empati. Kalau perusahaan ramah, pemerintah dan masyarakat pun akan ramah. Tapi kalau perusahaan datang hanya untuk mengambil keuntungan tanpa peduli, maka jangan heran kalau kami bersikap tegas,” ujar Asgianto dengan penuh wibawa.
Bupati juga menyinggung soal ketenagakerjaan yang masih menuai keluhan dari masyarakat. “Saya minta agar 100 persen tenaga kerja non-skill dari PALI diprioritaskan. Kalau tenaga ahli tidak ada di sini, silakan dari luar. Tapi jangan semua pekerjaan, bahkan yang kasar sekalipun, dibawa dari luar. Kita harus beri kesempatan kepada anak daerah untuk ikut menikmati hasil pembangunan,” tegasnya.
Bupati pun mengaku geram mendengar isu adanya praktik jual beli lowongan kerja di perusahaan tertentu. “Kalau benar ada jual beli kerja, yang punya uang bisa kerja sementara yang murni cari kerja tidak dapat, itu tindakan memalukan! Kita akan tindak tegas oknum seperti itu,” katanya penuh ketegasan.
Untuk menata ulang pola penyaluran CSR agar lebih terarah dan terukur, Bupati Asgianto berencana membentuk Forum CSR Independen Kabupaten PALI. Forum ini akan menjadi wadah koordinasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat guna memastikan setiap rupiah CSR memiliki nilai manfaat yang jelas.
“Kita akan adakan rembuk dulu. Forum ini nanti akan independen dan berisi perwakilan dari semua pihak agar pelaksanaan CSR bisa diawasi secara transparan,” jelasnya.
Terobosan Bupati Asgianto dalam memaksimalkan CSR di tengah keterbatasan fiskal menjadi bukti kepemimpinan yang visioner dan adaptif. Ia tidak menjadikan pemangkasan TKD sebagai keluhan, melainkan tantangan untuk menumbuhkan kreativitas, kolaborasi, dan solidaritas antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
“Kita buktikan bahwa PALI bisa maju bukan karena besar dana bantuan pusat, tapi karena kuatnya kebersamaan. Pemerintah, perusahaan, dan masyarakat — kalau berjalan seirama, tidak ada krisis yang tidak bisa kita hadapi,” tutup Bupati Asgianto dengan optimis.
Langkah Bupati Asgianto dalam memadukan visi pembangunan berkelanjutan dengan strategi kemitraan CSR menunjukkan kepemimpinan yang tangguh dan berwibawa. Di bawah kepemimpinannya, PALI bukan sekadar membangun infrastruktur, tetapi juga membangun karakter daerah: tegas pada prinsip, santun dalam diplomasi, dan konsisten memperjuangkan kesejahteraan masyarakat.
PALI kini berdiri sebagai contoh nyata bahwa keterbatasan anggaran bukan akhir dari pembangunan, melainkan awal dari kebangkitan kemandirian daerah. (35).