“Cerdas Mencerna Informasi: Menepis Bias, Menegakkan Akal Sehat Publik”
SUMSEL, – Publik sempat digemparkan oleh munculnya sejumlah pemberitaan dari beberapa awak media yang menyoroti anggaran pengadaan pakaian dinas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) tahun 2025. Dalam data tersebut, Sekretariat Daerah Kabupaten PALI merencanakan anggaran sebesar Rp360.000.000,00 untuk kebutuhan pakaian dinas dua pejabat, yang tercantum dalam kode RUP 57449073.
Namun, cara pemberitaan itu disajikan menimbulkan kesan mengarah pada penilaian sepihak. Sejumlah berita justru menonjolkan angka tersebut seolah-olah merupakan sesuatu yang tidak wajar, tanpa menyampaikan konteks atau pembanding dari daerah lain yang memiliki rencana anggaran lebih besar. Padahal, jika dibandingkan, beberapa kabupaten lain di Sumatera Selatan justru mencantumkan nilai anggaran yang lebih tinggi dalam SIRUP mereka.
Sebagai contoh, Kabupaten OKI mencantumkan rencana belanja sebesar Rp534.750.000, Kabupaten OKU tercatat Rp800.310.000, Kabupaten MUBA sebesar Rp396.400.000, dan Kabupaten OKU Timur mencapai Rp512.971.000. Jika ditarik nasional, banyak daerah lain juga memuat rencana serupa dengan nilai yang beragam menurut kebijakan protokoler masing-masing.
Ketidakhadiran data pembanding dalam pemberitaan tentu mempengaruhi cara publik menerima informasi. Pemberitaan yang hanya menyajikan satu sisi tanpa menyampaikan gambaran menyeluruh berpotensi menimbulkan kesalahpahaman dan menciptakan citra negatif bagi Kabupaten PALI, terlebih di tengah kondisi di mana anggaran daerah justru mengalami penyesuaian akibat kebijakan pusat. Pemberitaan yang seperti ini dapat menyesatkan persepsi publik, seakan-akan Kabupaten PALI melakukan pemborosan tanpa dasar.
Padahal, dalam prinsip jurnalistik, setiap informasi harus memenuhi asas berimbang, tidak beritikad buruk, serta tidak diperkenankan mencampuradukkan opini yang menghakimi dengan fakta. Mengkritik kebijakan pemerintah memang bagian dari kontrol sosial, tetapi kritik yang sehat harus disampaikan secara objektif, menyeluruh, dan tidak didorong sentimen kebencian.
Seperti disampaikan dalam berbagai sumber terpercaya, “Informasi yang setengah benar bisa lebih berbahaya daripada kebohongan,” dan “Jurnalisme adalah mencari kebenaran, bukan membentuk kebencian.” Pesan ini mengingatkan bahwa kekuatan media tidak hanya pada apa yang diberitakan, tetapi juga pada apa yang sengaja tidak diberitakan.
Etika pers dan regulasi hukum pun sudah jelas mengatur hal ini. Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 mengamanatkan pers untuk menyampaikan informasi yang tepat dan berimbang, sementara Kode Etik Jurnalistik menegaskan bahwa wartawan dilarang membuat berita bohong, fitnah, atau opini yang menghakimi. Di sisi lain, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengatur larangan penyebaran informasi yang memicu kebencian atau permusuhan terhadap pihak tertentu.
Karena itu, masyarakat perlu semakin cerdas dalam memilah informasi. Tidak semua penyebar kabar hadir dengan niat baik; sebagian hanya mengejar sensasi atau membawa agenda pribadi. Pembaca dituntut untuk memeriksa lebih dari satu sumber, memastikan adanya data pembanding, memahami perbedaan antara opini dan fakta, serta tidak mudah terbawa narasi yang didesain untuk menyudutkan.
Logika sederhana pun sebenarnya cukup untuk menjaga akal sehat publik. Tidak mungkin semua keputusan seorang pemimpin selalu salah, karena seseorang yang dipilih menjadi kepala daerah tentu memiliki kapasitas dan akal sehat yang diakui. Pemimpin adalah manusia yang bisa benar dan keliru, namun menampilkan seolah-olah semua tindakannya buruk merupakan bentuk manipulasi informasi.
Pada akhirnya, literasi informasi menjadi benteng penting bagi masyarakat. Dengan kecermatan dalam membaca, menganalisis, dan membandingkan, publik tidak hanya terhindar dari pemberitaan yang bias, tetapi juga turut menjaga marwah daerah dari opini yang dibangun tanpa dasar yang utuh.
“Informasi yang benar akan mencerahkan, tetapi informasi yang dipelintir hanya akan menyesatkan.”. (Red).











