Oleh : Plasidus Asis Deornay, S.H
Labuan Bajo, NTT//SI.com – Untuk diketahui, tahun 2022 ini negara kembali’ menetapkan anggaran proyek jalan menuju Golo Mori mencapai 407 miliar lebih. Yang jangkauan jaraknya sekitar 22 kilometer saja. Anggaran proyek ini sangat fantastis dari sisi ketersediaan anggarannya. Kita tentu berterima kasih kepada Pak Jokowi. Wajah Manggarai Barat kembali dipoles cantik secantik molas manggarai di tana nunca lale ini. Pak De, terima kasih ya..
Tentu bukan soal pagu anggarannya yang ingin saya ulas pada artikel saya kali ini. Itu tidak penting bagi saya. Bagi saya yang terpenting adalah tentang “Pembangunan Yang Berkeadilan”. Apapun bentuk pembangunan tersebut, keadilan dan kebenaran tetap harus menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan pernah khianati itu.
Posisi Kasus.
Akibat dari pembangunan jalan menuju Golo Mori banyak warga kehilangan lahannya. Sawah, ladang bahkan tanah pekarangan rumahpun terancam akan hilang akibat dari proyek ratusan milyar ini.
Persoalan ini tampaknya semakin mencuat dan belum ada penyelesaian akhirnya. Tangisan warga masih saja terdengar untuk memohon keadilan itu kepada pemerintah. Mereka ditindas oleh pembangunan yang mengatasnamakan bonum commune (kepentingan umum).
Ada dua kepentingan.
Pertama. Kepentingan Umum (Bonun commune). Dalil yang selalu dipakai pada setiap pembangunan di Republik ini pintu masuknya selalu memakai alasan “kepentingan umum”. Jika dibedah dari sisi manfaatnya, tentu dalil itu tidak ada salahnya. Sehingga ada juga warga yang dengan suka rela memberikan lahannya untuk kepentingan tersebut.
Kedua, kepentingan “Privat” atau Hak Privat.
Proyek jalan yang akan dibangun tentu melewati lahan atau tanah milik warga. Baik secara perorangan maupun kelompok. Terhadap hal ini negara telah menyiapkan solusi untuk menyelesaikannya.
Dasar Hukum Penyelesaian Sengketa.
Negara sesungguhnya telah memikirkan aspek pembangunan berkeadilan yang tujuannya agar warga yang mengalami kerugian dari pembangunan tersebut mendapatkan keadilan yang sama dari negara. Tidak ada satupun warga yang menjadi “korban” dari pembangunan. Untuk menjamin kepastian hukum dan kemanfaatannya, negara menerbitkan PP 19 tahun 2021 yang mengatur Ganti Rugi Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Umum. Pengadaan Tanah untk Kepentingan Umum : Studi Kasus Ruas Jalan Gorontalo-Tanah Mori dalam Perspektif PP No. 19 Tahun 2021dan KUHPerdata Pasal 1320, 1323, 1324, dan 1338. Pada produk inilah jawaban atas kegelisahan warga yang merasa tertindas tersebut terjawab. “Katakan jujur, tidak boleh ada dusta diantara kita”
Mengapa warga sepanjang proyek tersebut masih menangis?
Ini yang menarik untuk saya utarakan. Maka untuk mewujudkan rasa keadilan itu, sebagai sebuah komunitas yang memperjuangkan nilai-nilai keadilan di masyakarat, Komodo Lawyers Club perlu menyampaikan nota keberatan terkait perlakuan tidak adil itu.
Pertama, mengapa dana pembebasan lahan itu negara tidak berikan? Apa alasannya?
Kedua, untuk apa PP 19 tahun 2021 itu terbit? Bukankah untuk mendapatkan keadilan yang sama?
Sebagai advokat dan praktisi hukum yang tinggal di Labuan Bajo, dua pertanyaan ini saya sampaikan secara terbuka kepada yang terhormat;
1. Bapak Presiden Jokowi Di Jakarta.
2. Bapak Menteri PUPR di Jakarta
3. Bapak Gubernur NTT di Kupang
4. Bapak Bupati Manggarai Barat di Labuan Bajo.
Kami menunggu jawabannya Pak. Katakan apa adanya, Jujur dan Jujur.
“Salus Populi Suprema Lex Esto”;. Hukum Tertinggi Adalah Keselamatan Rakyat”.
Penulis : Plasidus Asis Deornay, S. H selaku Ketua Komodo Lawyers Club Labuan Bajo, NTT
0 Comments