Jakarta — Senin malam (25/8/2025), Bundaran Slipi, Jakarta Barat, mendadak berubah mencekam. Di tengah arus massa demonstran yang baru saja selesai berunjuk rasa di sekitar Gedung DPR, sebuah mobil dinas berpelat merah menjadi sasaran amuk. Mobil itu bukan milik anggota dewan, melainkan ditumpangi oleh Lurah Manggarai Selatan, Muhammad Sidik, bersama sopirnya, Asep Yudiana.
Sekitar pukul 18.30 WIB, Sidik dalam perjalanan pulang dari kantor kelurahan. Saat melintas di Jalan KS Tubun, massa yang melihat pelat merah langsung menuding kendaraan itu milik anggota DPR. Teriakan demi teriakan berubah jadi amarah. Sidik sempat menurunkan kaca mobil, menjelaskan bahwa dirinya seorang lurah, bukan wakil rakyat. Namun, penjelasan itu tak meredakan kecurigaan. Massa justru makin brutal.
Lemparan batu dan pukulan benda tumpul menghantam mobil. Kaca depan, samping, hingga belakang pecah. Sopir panik, kendaraan pun oleng hingga menabrak gerobak siomay dan sebuah sepeda motor. Dalam kondisi terjepit, Sidik dan Asep dipaksa turun. Seketika, keduanya menjadi bulan-bulanan. Wajah Sidik babak belur, badannya penuh memar. Barang-barang pribadi seperti dua ponsel senilai belasan juta rupiah, dompet, dan pakaian raib entah ke mana.
Kondisi mobil dinas itu kini mengenaskan. Lampu depan dan belakang hancur, bodi ringsek, kaca pecah di berbagai sisi. Di dalamnya hanya tersisa sisa kaca berserakan. Sementara itu, Sidik dan Asep menjalani visum di rumah sakit untuk memastikan luka akibat pukulan benda tumpul di wajah, mata, hingga kaki.
“Ini murni salah paham. Mobil pelat merah langsung dianggap punya anggota DPR,” tutur Sidik usai kejadian. Ia mengaku akan membuat laporan resmi ke Polsek Palmerah. Untuk sementara, ia juga sudah melaporkan kehilangan agar nomor ponselnya bisa segera diaktifkan kembali.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Staf Khusus Gubernur, Chico Hakim, membenarkan insiden ini. Ia menyayangkan tindakan main hakim sendiri yang menimpa pejabat lurah tersebut. “Kami mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpancing provokasi. Aksi massa seharusnya tidak merugikan orang lain, apalagi yang sama sekali tidak terkait,” tegasnya.
Insiden pengeroyokan terhadap Lurah Manggarai Selatan ini menjadi potret betapa rapuhnya kendali massa ketika emosi meledak di jalanan. Satu kesalahpahaman saja bisa berujung petaka, meninggalkan luka fisik, trauma, sekaligus kerugian materi yang tak sedikit. (Red).