PALI — Di balik hiruk-pikuk kehidupan masyarakat yang terus berpacu dengan waktu, hari Kamis, 9 Oktober 2025 menjadi saksi lahirnya keputusan bersejarah di Gedung Serbaguna Kecamatan Tanah Abang. Sebuah musyawarah yang tak sekadar pertemuan administratif, melainkan pertemuan nurani, antara masa lalu yang penuh kenangan dan masa kini yang tengah menapaki jalan kemajuan.
Pemerintah Kecamatan Tanah Abang bersama seluruh unsur masyarakat berkumpul dengan satu tujuan mulia — menetapkan Hari Jadi Kecamatan Tanah Abang dan sekaligus memberikan gelar kehormatan untuk Bupati Penukal Abab Lematang Ilir.
Ruang itu menjadi wadah bagi para pemangku adat, tokoh agama, sesepuh, kepala desa, ASN, PPPK, hingga unsur TNI dan Polri. Semuanya duduk sejajar, menandai bahwa sejarah tidak pernah ditulis oleh satu tangan, melainkan oleh kebersamaan.
Di tengah musyawarah yang berlangsung hangat, muncul perdebatan penuh makna tentang tanggal lahir Tanah Abang.
Menurut catatan Peraturan Daerah Kabupaten PALI, kecamatan ini baru ditetapkan pada 22 Desember 2000. Namun dari tutur sejarah dan ingatan para sesepuh, disebutkan bahwa denyut pertama pemerintahan Tanah Abang telah bergaung jauh sebelumnya — tepatnya pada 22 Desember 1987.
Tokoh adat H. M. Dimyati M. Zen menyampaikan dengan suara yang tenang namun berwibawa, bahwa tanggal itu bukan sekadar angka, melainkan simbol awal perjuangan dan kemandirian masyarakat Tanah Abang dalam membangun daerahnya sendiri.
Musyawarah pun mencapai kata sepakat. Dengan suara bulat dan hati yang satu, 22 Desember 1987 resmi ditetapkan sebagai Hari Jadi Kecamatan Tanah Abang — sebuah tanggal yang kini menjadi tonggak jati diri, tempat di mana kenangan dan kebanggaan berlabuh.
Tak berhenti di sana, musyawarah juga melahirkan keputusan bersejarah lainnya: pemberian gelar kehormatan kepada Bupati PALI. Gelar itu bukan sembarang gelar, melainkan “Mak Raje Negeri Kebon Undang”, sebuah sebutan luhur yang berakar dari sejarah panjang Tanah Abang — negeri yang dulunya dikenal dengan perkampungan rumah “Gelupai”, lambang kesederhanaan dan kebersamaan.
Gelar itu diberikan sebagai bentuk penghormatan terhadap sosok pemimpin yang telah menanamkan nilai-nilai pembangunan dengan semangat kebersamaan, gotong royong, dan kasih pada rakyatnya. Sebuah simbol bahwa hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat bukan hanya administratif, tetapi juga emosional dan budaya.
Dalam sambutannya, Camat Tanah Abang Dadang Afriandy, SH, M.Si berbicara dengan nada yang teduh namun tegas. Ia menegaskan bahwa pembangunan tak akan berarti tanpa kebersamaan. Bahwa setiap langkah maju kecamatan ini adalah hasil kerja tangan banyak orang — perangkat desa, tokoh masyarakat, hingga masyarakat biasa yang menjaga semangat Tanah Abang tetap menyala.
“Hari ini bukan hanya kita menetapkan tanggal, tapi kita meneguhkan tekad. Tanah Abang adalah rumah besar kita, dan semua harus ikut membangun,” ucapnya penuh makna.
Pemerintah kecamatan juga membuka ruang partisipasi luas bagi seluruh desa di Tanah Abang untuk turut serta dalam peringatan hari jadi nanti. Mereka diberi kesempatan menampilkan potensi lokal, membuka stand produk unggulan desa, hingga memperkenalkan kebudayaan yang selama ini menjadi denyut kehidupan masyarakat.
Musyawarah hari itu bukan sekadar seremonial — ia adalah cermin dari kesadaran kolektif bahwa sejarah harus dijaga, agar generasi mendatang tahu dari mana mereka berasal.
Dari ruangan sederhana itu, lahir keputusan besar: tanggal yang menjadi akar, dan gelar yang menjadi simbol kehormatan.
Tanah Abang kini bukan sekadar kecamatan, melainkan simbol peradaban lokal yang berakar kuat, tumbuh di atas tanah gotong royong, dan bernaung di bawah payung kepemimpinan yang bijaksana.
Hari jadi telah ditetapkan. Gelar kehormatan telah disematkan.
Namun maknanya jauh lebih luas — ini adalah pernyataan bahwa Tanah Abang siap melangkah ke depan, dengan sejarah di pundak dan harapan di dada. (35).