PALI,- Keberadaan PT Servo Lintas Raya (SLR) yang telah beroperasi selama 15 tahun di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), khususnya di Kecamatan Tanah Abang, terus menuai beragam komentar dari masyarakat, tokoh pemuda, hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dampak operasional perusahaan ini, baik positif maupun negatif, menjadi bahan diskusi hangat yang tak kunjung usai.
Sebelumnya, beberapa tokoh masyarakat dan pemuda, seperti anggota DPRD Kabupaten PALI Dari dapil 6 Muhammad Rizal, S.Pd, M.Pd, kemudian Raswanto, SH selaku tokoh masyarakat, Ketua Umum Organisasi Masyarakat Gemarlab Abdullah serta Rilo Pambudi, S.Kom sebagai Ketua Umum Organisasi Pemuda Lematang Ilir (OPLI), telah menyuarakan pendapat mereka terkait dampak yang ditimbulkan oleh PT SLR. Namun, persoalan ini semakin mencuat setelah Ketua Komisi II DPRD PALI dan Supran Mastura, SH, mantan Kepala Desa Tanah Abang Jaya, angkat bicara.
Dalam pernyataannya, Supran Mastura, SH menilai bahwa PT SLR belum menjalankan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dengan benar. Ia juga mengkritik tata kelola Corporate Social Responsibility (CSR) yang dinilainya tidak jelas dan kurang transparan.
“AMDAL tidak dilaksanakan, CSR tidak terurus, tenaga kerja kantor didominasi orang luar daerah, pencemaran lingkungan merajalela. Sungai di sekitar Servo tercemar, sawah dan kebun karet tidak lagi menghasilkan dengan maksimal akibat debu batubara. Bahkan, bunga pagi pun gugur akibat debu. Seharusnya, penghijauan di sepanjang jalan Servo menjadi kewajiban perusahaan,” ujar Supran dengan nada kecewa.
Ia juga menekankan perlunya kompensasi rutin bagi warga yang terdampak langsung oleh operasional perusahaan, terutama bagi mereka yang memiliki sawah, kebun, atau usaha di sepanjang jalan yang dilalui truk pengangkut batubara.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten PALI, Rommy Suryadi, A.Md, turut menyoroti berbagai permasalahan yang dilaporkan oleh masyarakat. Ia mengaku di awal masa jabatannya yang kedua di DPRD sering menerima aduan mengenai pencemaran lingkungan, masalah tenaga kerja, hingga pembangunan flyover di KM 48 yang hingga kini belum terealisasi.
“Selama 15 tahun beroperasi, perusahaan sudah seharusnya tidak lagi menghambat lalu lintas masyarakat. Flyover adalah kebutuhan mendesak untuk menghindari kecelakaan, begitu juga dengan Jalan Ekonomi Rakyat (JER) di kiri atau kanan sepanjang jalan servo harus nya sudah ada untuk menghindari korban kecelakaan dan konplik seperti yang pernah terjadi beberapa bulan lalu ketika truk perusahaan menyenggol petani karet asal desa pandan yang hampir memicu konflik akibat pihak perusahaan terkesan bersikap arogan,” tegas Rommy.
Rommy juga mengingatkan bahwa Jalan Ekonomi Rakyat di kiri atau kanan jalan Servo semestinya sudah dibangun sesuai ketentuan AMDAL. Keberadaan JER ini diyakini dapat meminimalkan risiko kecelakaan sekaligus meningkatkan akses masyarakat.
Pencemaran lingkungan menjadi salah satu isu utama yang dikeluhkan oleh warga di sekitar operasional PT SLR, terutama di Desa Lunas Jaya dan Harapan Jaya. Crusher dan stockpile batubara yang dibangun terlalu dekat dengan permukiman warga menghasilkan debu yang mengancam kesehatan masyarakat.
“Pencemaran air sungai, sawah, ladang, dan kebun karet akibat debu batubara harus menjadi perhatian serius. Para petani yang dirugikan harus diberi ganti rugi, jangan sampai mereka merasa dizalimi oleh perusahaan yang hanya mementingkan keuntungan,” kata Rommy.
Selain itu, dominasi tenaga kerja dari luar daerah di PT SLR juga menjadi sorotan. Rommy menyampaikan bahwa masyarakat Tanah Abang merasa hak mereka untuk mendapatkan pekerjaan dirampas oleh pihak luar. Bahkan, muncul dugaan praktik pungutan liar dalam proses rekrutmen.
“Tanpa mahar, peluang pekerjaan tidak ada. Hal ini sangat memprihatinkan dan harus segera diluruskan. Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten PALI perlu lebih aktif mengawasi tata kelola tenaga kerja di perusahaan,” imbuhnya.
Menanggapi berbagai permasalahan ini, Komisi II DPRD Kabupaten PALI berencana untuk segera menemui manajemen PT SLR guna mencari solusi terbaik. Hal ini dilakukan sebagai langkah antisipasi sebelum masyarakat benar-benar turun ke jalan untuk menggelar aksi demo besar-besaran.
“Kami akan mendatangi kantor pusat PT SLR untuk menyampaikan keluhan masyarakat. Harapan kami, perusahaan bersedia mencari solusi bersama dan segera mengambil tindakan nyata untuk mengatasi persoalan ini,” tutup Rommy.
Warga Kecamatan Tanah Abang berharap PT SLR dapat lebih memperhatikan dampak sosial dan lingkungan dari operasionalnya. Mereka meminta perusahaan untuk:
1. Menjalankan AMDAL secara konsisten, termasuk penghijauan di sepanjang jalan operasional.
2. Memberikan kompensasi kepada warga yang terdampak.
3. Meningkatkan transparansi dan efektivitas program CSR.
4. Memprioritaskan tenaga kerja lokal dalam rekrutmen.
5. Meminimalkan pencemaran lingkungan, khususnya debu batubara yang merugikan kesehatan warga.
6. Merealisasikan pembangunan flyover dan Jalan Ekonomi Rakyat sesuai AMDAL.
Operasional PT Servo Lintas Raya memang memberikan dampak positif dalam bentuk lapangan pekerjaan dan kontribusi ekonomi. Namun, berbagai dampak negatif yang dirasakan masyarakat juga tidak bisa diabaikan. Kini, semua pihak berharap perusahaan dapat bertindak lebih bertanggung jawab untuk menjawab keresahan warga dan menjaga hubungan harmonis dengan masyarakat sekitar.
DPRD PALI, baik yang dari dapil 6 serta ketua komisi II berkomitmen untuk terus mengawal permasalahan ini hingga menemukan solusi yang berpihak pada kepentingan masyarakat. Semoga polemik ini segera menemukan titik terang demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik bagi warga Tanah Abang. (ES).
0 Comments